Prof. Greg Barton dari Monash University, Australia memberi kuliah internationalpada 15 dosen dari jurusan Hubungan Internasional (HI), danFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)di ruang sidang FISIP UMM, Rabu (16/1).Barton mengangkattema “Islam, Liberalism and Secular Democracy: Prospect for Reform in The Middle East dan Northern Africa in The Wake of Arab Spring”.
Greg mencoba mengamati fenomena kebangkitan dunia arab yang terjadi di Timur Tengah dan Afrika Utara yang mayoritas berpenduduk muslim dilihat dari kacamata Islam, liberalism dan demokrasi.
Demokrasi, kata Barton, sudah mulai tumbuh di kawasan Timur Tengah dan Afrika. Di Tunisia sudah mulai dilakukan lewat open election oleh rakyatnya. Di Mesir demokrasi berjalan dengan cukup stabil namun adanya perlawanan dan oposisi dari Ihwanul Muslimin yang beraliran keras sering menggangu jalannya demokrasi di sana. Di Arab Saudi demokrasi terlihat ketika Arab Saudi mau membangun universitas baru untuk perempuan dimana nantinya perempuan Arab dapat berkegiatan dengan lebih bebas di dalamnya.
Dari berbagai negara di Middle East dan Northern Africa (MINA), ada beberapa negara yang menunjukkan kestabilannya (tidak bergejolak) seperti Oman dan Kuwait. “Disana walaupun demokrasi belum berjalan dengan lancar dan lengkap namun konsidi politik cukup stabil,” ujar Greg.
Tantangan bagi kebangkitan dunia Arab ini adalah pluralisme, bukan hanya aliran (Sunni, Syiah) namun juga perbedaan suku karena masih banyak pihak yang sulit menerima kepluralismean yang ada di tanah Arab.
Sebenarnya jumlah penduduk di MINA hampir sama dengan jumlah penduduk di Indonesia yaitu sekitar 500 juta orang. “Orang-orang sering lupa bahwa jumlah penduduk muslim terbesar itu ada di Indonesia dan demokrasi yang dapat berjalan beriringan dengan Islam itu ada di Turki, sehingga sebenarnya masa depan dunia Islam itu ada di Indonesia dan Turki,” tutur Greg.
Helmia Asyathri, dosen jurusan HI pada kesempatan itu menyatakan bahwa fenomena di Mesir unik untuk diamati. “Apa yang terjadi di Mesir sebenarnya unpredictable karena seharusnya jika masyarakat Mesir menginginkan liberalisme seperti yang digaung-gaungkan, yang menang seharusnya dalah partai pro demokrasi namun kemenangan Ihwanul Muslimin tahun 2012 kemarin merupakan fenomena yang tidak disangka berbagai pihak,” tuturnya. (riz/nas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar