Jumat, 26 Desember 2014

Sekolah Pertama Itu Bernama Ibu

Sekolah Pertama Itu Bernama Ibu

Rubrik: Pendidikan Keluarga | Oleh: Muhammad Asyari, S.Pd. - 22/12/14 | 10:44 | 00 Rabbi al-Awwal 1436 H
Ilustrasi. (addinie.wordpress.com)
Ilustrasi. (addinie.wordpress.com)
dakwatuna.com - Setiap tanggal 22 desember diperingati sebagai hari ibu. Dan belum ada di negeri kita peringatan hari Bapak. Apa sebabnya? Barangkali pembaca lebih tahu sebabnya. Tetapi kalau menilik kepada apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW pada empat belas abad yang lalu kita tidak heran kenapa ibu lebih utama daripada Bapak. Yang mungkin menjadi penyebab justru hari ibu yang diutamakan, bukan hari bapak.
Saat itu ada Sang Nabi sedang duduk bersama para sahabatnya dan saat ada yang bertanya kepada siapakah ia harus berbakti setelah berbakti kepada Allah. Maka Rasulullah menyebut,” ibumu, ibumu, ibumu”. Dan setelah tiga kali menyebut kata Ibu barulah Rasulullah menyebut, “ bapakmu”. Ini secara langsung menegaskan posisi ibu lebih utama daripada Bapak. Tentu tanpa maksud mengabaikan posisi seorag bapak yang juga tak kalah pentingnya dari seorang ibu. Sebagai kepala keluarga juga sebagai tulang punggung keluarga.
Peran menjadi seorang ibu tentu sudah menjadi fitrah seorang perempuan. Dan peran itu tidak bisa dipandang sebelah mata. Keberadaan wanita dan juga seorang ibu sangat menentukan keberlangsungan sebuah bangsa. Kita bisa melihat di negara-negara yang wanitanya sudah enggan menjadi ibu. Di mana pernikahan dan mempunyai anak justru dihindari karena berbagai alasan justru menghadirkan keresahan akan “punah”nya generasi suatu bangsa.
Keengganan seorang perempuan hanya dalam satu hal saja ternyata berdampak besar bagi perkembangan sebuah bangsa. Keengganan seorang perempuan untuk melahirkan saja sungguh berpengaruh besar terhadap populasi sebuah bangsa di suatu negara. Hal ini membuktikan peran seorang ibu tak bisa diabaikan begitu saja.
Kita berbahagia karena alam demokrasi negara kita sudah mengakomodir peran-peran ibu dalam kancah perpolitikan dimana beberpa daerah justru dipimpin oleh perempuan (baca: ibu).
Namun kita juga seharusnya miris melihat prosentase yang lebih besar justru masih berada di bawah. Kesehatan dan kesejahteraan ibu masih berada di bawah. Angka kematian ibu melahirkan masih tinggi dan masih banyak ibu yang harus mejadi tulang pungung utama kehidupan keluarga. Bahkan tak jarang kita menemukan mereka harus menggelandang sambil membawa beberapa orang anaknya yang masih kecil-kecil di perempatan-perempatan jalan menjadi gembel dan pengemis.
Lalu peran pendidikan seorang ibu seperti apa yang kita harapkan jika seorang ibu justru menjadi komandan bagi anak-anaknya untuk menjadi peminta-minta? Saat kita mengharapkan seorang ibu yang mampu mendidik anak-anaknya dengan layak justru mengajarkan anak-anaknya untuk menjadi gembel dan pengemis. Menggantungkan hidup pada belas kasihan orang lain. Rasanya pendidikan karakter kemandirian, kerja keras dan kreatif yang didengungkan seperti menguap begitu saja.
Semestinya para kepala daerah dan pemegang kekuasaan tak menutup mata dari hal ini. Saat ibu sudah menggelandang maka sesungguhnya Ibu itu telah mengajarkan karakter pengemis kepada anak-anaknya. Kita harus selau ingat bahwa seorang ibu adalah sekolah pertama bagi anak.
Ibu adalah teladan dan role model pertama bagi anak sejak ia terlahir ke dunia. Atau bahkan sejak ia dalam kandungan.
Kita miris membaca berita di salah satu surat kabar di mana seorang ibu justru menjadi partner kerja anaknya untuk menjadi bandar ganja bernilai miliaran rupiah. Sebuah potret bagaimana seorang ibu belum bisa menjadi role model bagi anak-anaknya. Tak hanya belum bisa mendidik anaknya tapi juga membahayakan lebih banyak lagi orang.
Posisi seorang ibu sangat mulia karena sesungguhnya darinya lahir para generasi penerus bangsa. Jika ia terdidik maka diharapkan anak-anaknya kelak juga akan mampu ia didik dengan baik sehingga generasi penerus akan menjadi generasi yang terdidik dan beradab.
Sebagaimana Brigham Young pernah berkata “Jika Anda mendidik seorang pria, maka seorang pria akan menjadi terdidik. Jika Anda mendidik seorang wanita, maka sebuah generasi akan terdidik”.
Howard Gardner, seorang pakar pendidikan mengatakan bahwa tidak ada anak yang bodoh, yang ada hanya anak yang punya hambatan karena stimulus yang tidak tepat. Nah, tentu kta tidak menutup mata bahwa orang paling dekat dan yang paling panjang interaksinya dengan seorang anak adalah seorang ibu. Ketika seorang ibu adalah orang yang terdidk dan paham maka ia tak akan salah memberikan stimulus kepada anak-anaknya sehingga anaknya akan menjadi anak yang cerdas. Tentu pemahaman cerdas di sini bukanlah soal deretan nilai-niali bagus di atas kertas. Tetapi cerdas dalam arti yang lebih luas.
Penulis pernah secara langsung mendengarkan cerita seorang psikolog bagaimana seorang ibu yang tidak paham tetang hal sepele justru menjadi penyebab anaknya menderita speech delay yaitu keterlambatan anak untuk bisa berbicara. Ternyata penyebabnya sepele yaitu kurangnya stimulus dalam hal-hal motorik anak.
Cerita lain, ada anak yang cadel justru karena ibunya hanya memberikan makanan yang halus terlalu lama kepada anaknya. Sehingga, lidah anak tidak terlatih dan huruf “R” selalu diucapkan menjadi huruf “L”. Sedehana namun seorang ibu harus memiliki pengetahuan soal hal-hal yang sederhana tapi berdampak besar. Karena ia yang akan mengajar anak-anaknya pertama kali sebelum orang lain.
Nah saat para ibu sibuk di luar rumah dan peran mendidik anak tidak diutamakan maka siapakah yang kan bertanggung jawab atas keerlangsungan generasi penerus bangsa ini?. ketidakpedulian pemerintah terhadap hal ini tentu akan memeperparah kondisi ini.
Orang-orang besar lahir dari ibu yang juga luar biasa. Imam syafi’i sebagai contoh. Beliau mempunyai seorang ibu yang sangat memperhatikan pendidikan anaknya bahkan dalam hal-hal sepele seperti soal pakaian. Pakaian yang dipakaikan kepada Imam syafi’i kecil setiap akan pergi ke majelis ilmu adalah pakaian paling bagus yang ia miliki. Ini secara tidak langsung akan membuat anak menjadi termotivasi dan merasa diperhatikan. Maka tak heran kemudian ibu semacam ini menyebabkan Imam Syafi’i di umur belasan tahun sudah memberikan fatwa (mufti) dan kemudian menjadi imam besar. Ia mampu mendirikan sebuah mazhab ynag diikuti berjuta-juta orang di seluruh dunia. Dan, karya masterpiece nya pun diberi judul “Al Umm” yang berarti “ibu”. Sebuah penghargaan luar biasa untuk seorang ibu yang juga tak kalah luar biasanya.
Akhirnya kita berharap semua pihak tak mengabaikan peran seorang ibu dan berupaya semaksimal mungkin memberikan yang terbaik bagi kesejahteraan dan penjaminan kesehatan juga pendidikan baik bagi ibu sehingga ia lebih bisa mendidik anak yang akan menentukan keberlangsungan bangsa ini di masa yang akan datang.


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2014/12/22/61783/sekolah-pertama-itu-bernama-ibu/#ixzz3MzfL2OVb 
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Media PKS, di Manakah Dirimu?

Media PKS, di Manakah Dirimu?

Rubrik: Opini | Kontributor: Widiwahyu - 05/03/13 | 14:31 | 23 Rabbi al-Thanni 1434 H
Ilustrasi. (inet)
Ilustrasi. (inet)
dakwatuna.com - 25 Februari 2013. Sore itu mendung menggelayut di langit Bandara Soekarno-Hatta. Sesekali rintik hujan dan guntur pelan menyapa bumi. Awan masih pekat. Namun cuaca seakan berubah begitu seorang pramugari menyambut dengan senyum manisnya, “Selamat sore bapak, silakan dipilih koran-korannya,” menyapa dari pintu masuk Garuda A330-300 Jkt – Bpn.
Saya amati belasan jenis koran yang disediakan, pilih-pilih beberapa dan masuk kabin pesawat. Saya membayangkan akan mendapat berita-berita positif tentang kemenangan Aher-Demiz sehari sebelumnya. Selayaknya heroisme kemenangan Jokowi-Ahok beberapa waktu lalu.
Tapi harapan tinggal harapan. Berita kemenangan pasangan no. 4 selalu “didampingi” dengan berita kasus yang menjerat LHI. Ditimpali juga dengan comotan komentar para penghujat HA, sang Ketua Majelis Syuro’. Beberapa hari kemudian straight serta upper cut dari majalah, koran, hingga media televisi lainnya terus menghunjam bertubi-tubi. Belum lagi bully massal dari forum-forum online dan social media.
Saya berpikir, andai PKS punya “saham” di media-media tersebut, hal seperti ini tidak akan terjadi. Mungkinkah?
Saham
Saham adalah bentuk penyertaan keterikatan. Keterikatan tersebut bisa berbentuk fisik atau psikologis. Pemberian saham kosong awalnya merupakan bentuk penyertaan saham psikologis. Apalagi dengan saham fisik, sudah tentu `penyaluran kepentingan’ menjadi semakin kuat.
Coba saja telusuri semua media yang ada saat ini, di hulu mereka pasti akan bertemu dengan “kepentingan saham” partai politik. Ini sudah jadi rahasia umum semua media. Bisa parpol dengan kepanjangan tangan perusahaan lain yang berinvestasi, hubungan pertemanan yang sangat kuat antara owner dan politikus, atau “hubungan langsung” seperti Golkar dengan Viva Group, Nasdem dengan Metro Group, (nantinya) Perindo/Hanura dengan MNC Gorup, dsb.
Bukan kemustahilan juga jika PKS benar-benar berniat memiliki saham di media. Caranya juga mudah, lewat tangan perusahaan legal tentunya. Potong saja dana umbul-umbul yang tidak penting itu. Jika 1 paket umbul-umbul (plus biaya pajak, bambu, dan pemasangan) sebesar Rp 100.000 dikali 33 provinsi dikali 1.000 buah/provinsi, sudah terkumpul dana 3,3 Milyar. 300 juta untuk membuat perusahaan investasi professional plus biaya operasional, 3 Milyar untuk tanam sahamnya. Dengan begitu PKS sudah bisa “nitip isue” layaknya partai lain ke media.
Kelemahan mendasar bagian Media PKS adalah tidak memiliki “saham” ke media-media, entah saham psikologis apalagi saham fisik.
Silaturahim
Barangsiapa ingin dibentangkan pintu rizki untuknya dan dipanjangkan umur-nya hendaknya ia menyambung SILATURAHMI.” (HR Bukhari Muslim)
Dalam konteks sebuah parpol, RIZKI bisa bermakna;
  1. kemenangan Pilkada,
  2. kemenangan Pilpres,
  3. kenaikan suara Pemilu,
  4. banyaknya kader terekrut,
  5. lancarnya penggalangan dana anggota,
  6. kesuksesan kampanye, dan sebagainya.
Sedang PANJANG UMUR bisa diartikan daya tahan parpol untuk tetap hidup dan berjaya. Banyak pelajaran dari parpol-parpol yang jatuh bertumbangan. Oleh karena itu sepantasnya daya tahan ini menjadi perhatian semua kader.
Ternyata rizki dan panjang umur hanya membutuhkan sebuah syarat sederhana yaitu silaturahim.
Sekarang mari kita diagnosa peran bagian Media PKS dengan kondisi saat ini.
Dalam paradigma lama, Media adalah `konco wingking/teman belakang’, supporting system, noncore activity, dsb. Artinya peran media hanya hadir sebagai penyokong operasional yang `lebih terlihat’ hasilnya. Dahulu garda terdepan dakwah adalah bagian Syiar, Kaderisasi, dan sejenisnya. Seberapa besar rekrutmen yang dilakukan menjadi tolak ukur utama sebuah pencapaian. Peran bagian Media direduksi dengan pembuatan bulletin internal, protokoler konferensi press, pelatihan-pelatihan internal, dokumentasi kegiatan, dan sejenisnya. Namun satu hal dilupakan, zaman sudah berubah dan seharusnya direspon dengan perubahan paradigma pula.
Jika paradigm lama peran Media sebagai `garda belakang’ maka sekarang harus berubah sebagai `garda terdepan’. Media harus mampu membangun serta membina jaring-jaring komunikasi sebelum semua bagian lainnya bergerak. Sudah saatnya pengurus Media PKS sering-sering silaturahim informal ke para awak wartawan dan pemred semua media nasional /lokal. Ada pepatah tak kenal maka tak sayang, sangat benar pula adanya.
Suatu waktu saya `dijebak’ menyelesaikan demonstrasi di lapangan pengeboran migas perusahaan saya bekerja di daerah Kutai Timur, Kaltim. Puluhan pemuda ber-mandau memblokir akses pengeboran sehingga aktivitas total terhenti. Hanya mobil BBM dan catering yang bisa masuk lokasi. Stand by cost per hari waktu itu 1 M, jadi kami sudah rugi segitu dalam sehari pemblokiran. Tanpa sengaja ternyata dari pagi saya sudah bercanda tawa bersama `otak’ demonstrasi itu di rumah Kepala Desa. Sore hari info baru masuk ke saya dan langsung saya hubungi sang dalang. Hanya sebentar negosiasi blokir langsung dibuka seterusnya.
Saham psikologis yang dibangun dengan ketulusan sangat penting. Bagaimanapun para awak press adalah manusia juga. Mereka membutuhkan interaksi layaknya manusia yang dimanusiakan. Cobalah bagian Media PKS merancang program-program interaksi informal bersama awak media. Sering ngopi bareng, dengerin curhat mereka, serta aktivitas-aktivitas informal lainnya. Jika ada putra-putri para wartawan itu yang berprestasi, salurkan beasiswa buat mereka. Jika perlu dibuat program apresiasi kinerja wartawan. Ini bukan untuk menyuap awak media agar memberitakan kebaikan-kebaikan PKS, namun jauh di atas itu semua yaitu rahmaatan lil’alamin.
Apakah setelah itu tidak ada berita-berita buruk terhadap PKS? Pasti tetap ada selama “pemesan” berita masih ada. Namun setidaknya menjadi lebih adil di sisi lain. Karena para awak press tahu persis siapa PKS. Mereka kenal siapa PKS. Terlebih mereka punya ikatan saham psikologis.
Laskar Garuda
Ibarat perang Hunain, jutaan kader dan simpatisan yang saat ini memiliki akun twitter maupun Facebook laksana laskar pemanah yang sedang tercerai berai.  Mereka sedang menunggu bangkitnya sang “Panglima Garuda”, yang hingga kini tertidur nyenyak. Panglima yang mampu membangkitkan motivasi dan serangan udara massif ke seluruh penjuru nusantara bahkan dunia. Menggelorakan semangat perang opini lewat media social raksasa. Mengkomando jutaan panah-panah maya untuk mengimbangi pemberitaan media mainstream yang sering tak adil. Ketika media mainstream sudah tidak mampu diandalkan lagi sebagai penyedia informasi berimbang, maka saatnya laskar “Garuda” bangkit melawan. Diam tertindas atau bangkit melawan!
Semua sudah mahfum, PKS beberapa lama ini menjadi bulan-bulanan media. Bahkan sudah mengarah ke mass bullying dan character assasination. Hal ini tak akan bisa dihindari, hanya saja menjadi tidak adil dibandingkan dengan perlakuan sejenis ke partai lain. Namun bukan berarti PKS hanya pasrah tiap hari membaca berita-berita negative. Dalam Blue Ocean Strategy, karya W. Chan Kim and RenĂ©e Mauborgne, jika tak ingin berdarah-darah berkompetisi dalam lautan yang sudah jenuh pemain, lebih baik membuat samudra biru permainan sendiri. Saat ini semua pemain konvensional sudah menggarap media mainstream untuk dukungan politik mereka. Jika PKS punya uang besar silakan turut bermain. Keruntuhan media cetak raksasa di Amerika akan menular ke media-media cetak Indonesia, cepat atau lambat. Jadikan itu sebagai moment untuk menciptakan samudera biru yaitu social media dan media online.
Dalam tataran implementasi, jadikan Kaskus, Kompasiana, Indoforum, Twitter, Facebook, Linkedin, Taiwoo, Instagram, Detik Forum, dsb sebagai Wilayah Teritorial yang harus ditaklukkan. Angkat dan bentuk Komandan Kaskus beserta pasukannya, begitu juga Komandan Kompasiana, Komandan Indoforum, Komandan Twitter, Komandan Facebook, dsb. Bangun sebuah tatanan kewiraan social media yang rapi. Di tingkat paling atas bentuklah Tim Analyst sebagai thinker seluruh operasi ambush. Kombinasi para Analyst – Komandan – Pasukan akan membentuk sebuah raksasa barikade pasukan udara yang luar biasa massif. Inilah Laskar Garuda.
Dengan modal pengkaderan PKS yang terbukti paling solid dan rapi di antara semua partai, hanya butuh jentikkan jari saja sebenarnya untuk menciptakan Laskar Garuda. Hanya butuh ide besar dan sebuah taklimat!
Tapi sayang saya bukan Ketua Media PKS …. hehehehe. (ngimpi.com :) )


Sumber: http://www.dakwatuna.com/2013/03/05/28811/media-pks-di-manakah-dirimu/#ixzz3MzdT3D4T 
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Jumat, 19 Desember 2014

PERANG MU'TAH: PERANG RASULULLAH YG PALING MENAKJUBKAN

PERANG MU'TAH: PERANG RASULULLAH YG PALING MENAKJUBKAN
*****************************************************************************************
Perang 3000 Pasukan Muslim Versus 200.000 Pasukan Ramawi
PERTEMPURAN paling heroik dan dahsyat yang dialami umat Islam di era awal perkembangan Islam adalah saat mereka yang hanya berkekuatan 3000 orang melawan pasukan terkuat di muka bumi saat itu, pasukan romawi dengan kaisarnya Heraclius yang membawa pasukan sebanyak 200.000 orang.
Pasukan super besar tersebut merupakan pasukan aliansi antara kaum Nashara Romawi dan Nashara Arab sekitar dataran Syam, jajahan Romawi.
Perang terjadi di daerah Mu’tah, sehingga sejarawan menyebutnya perang Mu’tah, di sebelah timur Sungai Yordan dan Al Karak (Yordania), pada tanggal 5 Jumadil Awal tahun 8 H atau tahun 629 M.
1. LATAR BELAKANG PEPERANGAN.
Penyebab perang Mu’tah ini bermula ketika Rasulullah ShallallĂ¢hu ‘alaihi wasallam mengirim utusan bernama al-Harits bin Umair al-‘Azdi yang akan dikirim ke penguasa Bashra (Romawi Timur) bernama Hanits bin Abi Syamr Al-Ghassani yg baru diangkat oleh Kekaisaran Romawi. Di tengah perjalanan, utusan itu dicegat dan ditangkap penguasa setempat bernama Syurahbil bin ‘Amr al-Ghassani, pemimpin dari bani Gasshaniyah (daerah jajahan romawi) dan dibawa ke hadapan kaisar Romawi Heraclius. Setelah itu kepalanya dipenggal. Dan pada tahun yg sama, 15 orang utusan Rasulullah dibunuh di Dhat al Talh daerah disekitar negeri Syam (Irak). Sebelumnya, tidak pernah seorang utusan dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam dibunuh dalam misinya.
Pelecehan dan pembunuhan utusan negara termasuk menyalahi aturan politik dunia. Membunuh utusan sama saja ajakan untuk berperang. Hal inilah yang membuat Rasulullah marah.
Mendengar utusan damainya dibunuh, Rasulullah ShallallĂ¢hu ‘alaihi wasallam sangat sedih. Setelah sebelumnya berunding dengan para Sahabat, lalu diutuslah pasukan muslimin sebanyak 3000 orang untuk berangkat ke daerah Syam, sebuah pasukan terbesar yang dimiliki kaum muslim setelah perang Ahzab.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sadar melawan penguasa Bushra berarti juga melawan pasukan Romawi yang notabene adalah pasukan terbesar dan adidaya di muka bumi ketika itu. Namun ini harus dilakukan karena bisa saja suatu saat pasukan lawan akan menyerang Madinah. Kelak pertempuran ini adalah awal dari pertempuran Arab – Byzantium.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata :
“Pasukan ini dipimpin oleh Zaid bin Haritsah, bila ia gugur komando dipegang oleh Ja’far bin Abu Thalib, bila gugur pula panji diambil oleh Abdullah bin Rawahah, saat itu beliau meneteskan air mata, selanjutnya bendera itu dipegang oleh seorang ‘pedang Allah’ dan akhirnya Allah Subhanahu wata‘ala memberikan kemenangan. (HR. al-Bukhari)
Ini pertama kali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat tiga panglima sekaligus karena beliau mengetahui kekuatan militer Romawi yang tak tertandingi pada waktu itu. Ketika pasukan ini berangkat Khalid bin al-Walid secara sukarela juga ikut menggabungkan diri. Dengan keikhlasan dan kesanggupannya dalam perang hendak memperlihatkan itikad baiknya sebagai orang Islam.
Masyarakat ramai mengucapkan selamat jalan kepada komandan-komandan beserta pasukannya itu, dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga turut mengantarkan mereka sampai ke Tsaniatul Wada’, diluar kota Madinah dengan memberikan pesan kepada mereka: Jangan membunuh wanita, bayi, orang-orang buta atau anak-anak, jangan menghancurkan rumah-rumah atau menebangi pohon-pohon.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mendoakan dan kaum Muslimin juga turut mendoakan dengan berkata: Allah menyertai dan melindungi kamu sekalian. Semoga kembali dengan selamat.
Komandan pasukan itu semula merencanakan hendak menyergap pasukan Syam secara tiba-tiba, seperti yang biasa dilakukan dalam ekspedisi-ekspedisi yang sebelumnya. Dengan demikian kemenangan akan diperoleh lebih cepat dan kembali dengan membawa kemenangan.
Mereka berangkat sampai di Ma’an di bilangan Syam dengan tidak mereka ketahui apa yang akan mereka hadapi di sana.
2. JALANNYA PEPERANGAN.
Kaum Muslimin bergerak meninggalkan Madinah. Musuh pun mendengar keberangkatan mereka. Dipersiapkanlah pasukan super besar guna menghadapi kekuatan kaum Muslimin. Kaisar Heraclius mengerahkan lebih dari 100.000 tentara Romawi sedangkan Syurahbil bin ‘Amr mengerahkan 100.000 tentara yang terdiri dari kabilah Lakham, Juzdan, Qain dan Bahra‘. Kedua pasukan itupun bergabung. Berdasarkan informasi, pasukan tersebut dipimpin oleh Theodore, saudara Heraklius.
Mendengar kekuatan musuh yang begitu besar, kaum Muslimin berhenti selama dua malam di daerah bernama Ma’an wilayah Syam guna merundingkan apa langkah yang akan diambil. Beberapa orang berpendapat, “Sebaiknya kita menulis surat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, melaporkan kekuatan musuh. Mungkin beliau akan menambah kekuatan kita dengan pasukan yang lebih besar lagi, atau memerintahkan sesuatu yang harus kita lakukan.” Tetapi Abdullah bin Rawahah tidak menyetujui pendapat tersebut. Bahkan ia mengobarkan semangat pasukan dengan ucapan berapi-api: “Demi Allah Subhanahu wata‘ala, sesungguhnya apa yang kalian tidak sukai ini adalah sesuatu yang kalian keluar mencarinya, yaitu syahid (gugur di medan perang). Kita tidak berperang karena jumlah pasukan atau besarnya kekuatan. Kita berjuang semata-mata untuk agama ini yang Allah Subhanahu wata‘ala telah memuliakan kita dengannya.
Majulah! Hanya ada salah satu dari dua kebaikan; menang atau gugur (syahid) di medan perang.”
Lalu mereka mengatakan, “ Demi Allah, Ibnu Rawahah berkata benar.”
Demikianlah, pasukan terus ke tujuannya, dengan bilangan yang jauh lebih sedikit menghadapi musuh yang berjumlah 200.000 yang berhasil dihimpun orang Romawi untuk menghadapi suatu peperangan dahsyat yang belum ada taranya pada masa sebelum itu. Perlu kita ketahui, tentara di medan perang dibagi menjadi lima pasukan, yaitu: pasukan depan, belakang, kanan, kiri, dan tengah sebagai pasukan inti. Tentara musuh dengan jumlah yang sangat banyak mengharuskan seorang tentara dari sahabat melawan puluhan tentara musuh. Akan tetapi, tentara Allah yang memiliki kekuatan iman dan semangat jihad untuk meraih kemulian mati syahid tidak merasakannya sebagai beban berat bagi mereka sebab kekuatan mereka satu banding sepuluh, sebagaimana digambarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya,
“Jika ada di antara kalian 20 orang yang bersabar maka akan mengalahkan 200 orang.” (QS. Al Anfal: 65)
Tentara Allah sebagai wali dan kekasih-Nya yang berperang untuk meninggikan agama-Nya, maka pasti Allah bersama mereka. Adapun orang-orang kafir sebanyak apapun bilangan dan kekuatan mereka, maka ibarat buih yang tidak berarti apa-apa.
*KEPAHLAWANAN DAN SYAHIDNYA ZAID BIN HARITSAH.
Sesuai perintah Rasulullah, pasukan Islam dipimpin Zaid bin Haritsah dengan bendera di tangannya. 3.000 pasukan Islam melawan 200.000 tentara Romawi jelas tak seimbang. Zaid bertempur dengan gagah berani. Sampai kemudian sebuah tombak Romawi menancap di tubuhnya. Darah segar assaabiquunal awwalun tumpah di bumi Mu’tah. Andaikan memiliki air mata, tanah di sana sudah menangis sejak tubuh mulia itu terjatuh. Zaid tergeletak sudah. Syahid
3.> KEPAHLAWANAN DAN SYAHIDNYA JA’FAR BIN ABU THALIB.
Melihat Zaid jatuh, Ja’far bin Abu Thalib segera melompat dari punggung kudanya yang kemerah-merahan, lalu dipukulnya kaki kuda itu dengan pedang, agar tidak dapat dimanfaatkan musuh selama-lamanya. Kemudian secepat kilat disambarnya bendera komando Rasulullah dari tangan Zaid, lalu diacungkan tinggi-tinggi sebagai tanda pimpinan kini beralih kepadanya Ja’far bertempur dengan gagah berani sambil memegang bendera pasukan. Beliau maju ke tengah-tengah barisan musuh sambil mengibaskan pedang kiri dan kanan memukul rubuh setiap musuh yang mendekat kepadanya sampai akhirnya, pasukan musuh dapat mengepung dan mengeroyoknya. Ja’far berputar-putar mengayunkan pedang di tengah-tengah musuh yang mengepungnya. Dia mengamuk menyerang musuh ke kanan dan kiri dengan hebat sambil bersenandung: Wahai … surga nan nikmat sudah mendekat Minuman segar, tercium harum Tetapi engkau Rum … Rum…. Menghampiri siksa Di malam gelap gulita, jauh dari keluarga Tugasku … menggempurmu .. Sampai suatu ketika, ada seorang pasukan Romawi yang menebas tangan kanannya hingga putus. Darah suci pahlawan Islam tertumpah ke bumi. Lalu bendera dipegang tangan kirinya. Rupanya pasukan Romawi tidak rela bendera itu tetap berkibar. Tangan kirinya pun ditebas hingga putus. Kini ia kehilangan dua tangannya. Yang tersisa hanyalah sedikit lengan bagian atas. Dalam kondisi demikian, semangat beliau tidak surut, Ja’far tetap berusaha mempertahankan bendera dengan cara memeluknya sampai beliau gugur oleh senjata lawan. Ada diantara mereka yang menyerang Ja’far dan membelah tubuhnya menjadi dua.
Berdasarkan keterangan Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu, salah seorang saksi mata yang ikut serta dalam perang itu, terdapat tidak kurang 90 luka di bagian tubuh depan beliau akibat tusukan pedang dan anak panah.
3. KEPAHLAWANAN DAN SYAHIDNYA ABDULLAH BIN RAWAHAH.
Ketika ia bertempur sebagai seorang prajurit, ibnu Rawahah menerjang ke muka dan ke belakang, ke kiri dan ke kanan tanpa ragu-ragu dan perduli. Sekarang setelah menjadi panglima seluruh pasukan yang akan dimintai tanggung jawabnya atas hidup mati pasukannya, setelah terlihat kehebatan tentara romawi seketika seolah terlintas rasa kecut dan ragu-ragu pada dirinya. Tetapi saat itu hanya sekejap, kemudian ia membangkitkan seluruh semangat dan kekutannya dan melenyapkan semua kekhawatiran dari dirinya, sambil berseru: “Aku telah bersumpah wahai diri, maju ke medan laga Tapi kenapa kulihat engkau menolak syurga ….. Wahai diri, bila kau tak tewas terbunuh, kau kan pasti mati
Inilah kematian sejati yang sejak lama kau nanti …….
Tibalah waktunya apa yang engkau idam-idamkan selama ini
Jika kau ikuti jejak keduanya, itulah ksatria sejati ….!”(Maksudnya, kedua sahabatnya Zaid dan Ja’far yang telah mendahului gugur sebagai syuhada).
Jika kamu berbuat seperti keduanya, itulah ksatria sejati…..!”
Ia pun maju menyerbu orang-orang Romawi dengan tabahnya. Kalau tidaklah taqdir Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menentukan, bahwa hari itu adalah saat janjinya akan ke syurga, niscaya ia akan terus menebas musuh dengan pedangnya, hingga dapat menewaskan sejumlah besar dari mereka. Tetapi waktu keberangkatan sudah tiba, yang memberitahukan awal perjalananya pulang ke hadirat Alloh, maka naiklah ia sebagai syahid. Jasadnya jatuh terkapar, tapi rohnya yang suci dan perwira naik menghadap Zat Yang Maha Pengasih lagi Maha Tinggi, dan tercapailah puncak idamannya :
“Hingga dikatakan, yaitu bila mereka meliwati mayatku: Wahai prajurit perang yang dipimpin Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan benar ia telah terpimpin!”
“Benar engkau, ya Ibnu Rawahah….! Anda adalah seorang prajurit yang telah dipimpin oleh Allah…..!”
4. KABAR SYAHIDNYA PARA KOMANDAN PERANG MU’TAH SAMPAI KE RASULULLAH.
Selagi pertempuran sengit sedang berkecamuk di bumi Balqa’ di Syam, Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam sedang duduk beserta para sahabat di Madinah sambil mempercakapkan mereka. Tiba-tiba percakapan yang berjalan dengan tenang tenteram, Nabi terdiam, kedua matanya jadi basah berkaca-kaca. Beliau mengangkatkan wajahnya dengan mengedipkan kedua matanya, untuk melepas air mata yang jatuh disebabkan rasa duka… ! Seraya memandang berkeliling ke wajah para sahabatnya dengan pandangan haru, beliau berkata :
“Panji perang dipegang oleh Zaid bin Haritsah, ia bertempur bersamanya hingga ia gugur sebagai syahid. Kemudian diambil alih oleh Ja’far, dan ia bertempur pula bersamanya sampai syahid pula.”.
Beliau berdiam sebentar, lain diteruskannya ucapannya:
“Kemudian panji itu dipegang oleh Abdulah bin Rawahah dan ia bertempur bersama panji itu, sampai akhirnya ia pun syahid pula”.
Kemudian Rasul diam lagi seketika, sementara mata beliau bercahaya, menyinarkan kegembiraan, ketentraman dan kerinduan, lalu katanya pula :
“Mereka bertiga diangkatkan ke tempatku ke syurga …”
Para sahabat di sisi Rasulullah juga tidak henti-hentinya meneteskan air mata. Tangis duka. Tangis kehilangan. Kehilangan sahabat-sahabat terbaik. Kehilangan pahlawan-pahlawan pemberani. Namun bersamaan dengan tangis itu juga ada kabar gembira bagi mereka. Bahwa ketiga orang itu kini disambut para malaikat dengan penuh hormat, dijemput para bidadari, dan mendapati janji surga serta ridha Ilahi. Secara khusus kepada Ja’far bin Abu Thalib yang terbelah tubuhnya, ia dijuluki dengan Ath-Thayyar (penerbang) atau Dzul-Janahain (orang yang memiliki dua sayap) sebab Allah menganugerahinya dua sayap di surga, dan dengan sayap itu ia bisa terbang di surga sekehendaknya.
5. BERITA SYAHIDNYA JA’FAR DISAMPAIKAN LANGSUNG OLEH RASULULLAH KEPADA KELUARGA JA’FAR.
Rasulullah pun pergi ke rumah Ja’far, didapatinya Asma’, istri Ja’far, sedang bersiap-siap menunggu kedatangan suaminya. Dia mengaduk adonan roti, merawat anak-anak, memandikan dan memakaikan baju mereka yang bersih.
Asma’ bercerita, “Ketika Rasulullah mengunjungi kami, terlihat wajah beliau diselubungi kabut sedih. Hatiku cemas, tetapi aku tidak berani menanyakan apa yang terjadi, karena aku takut mendengar berita buruk.”
Rasulullah memberi salam dan menanyakan anak-anak Ja’far dan menyuruh mereka ke hadapan Rasulullah. Asma’ kemudian memanggil mereka semua dan disuruhnya menemui Rasulullah SAW. Anak-anak Ja’far berlompatan kegirangan mengetahui kedatangan beliau. Mereka berebutan untuk bersalaman kepada Rasulullah. Beliau menengkurapkan mukanya kepada anak-anak sambil menciumi mereka penuh haru. Air mata beliau mengalir membasahi pipi mereka.
Asma’ bertanya, “Ya Rasulullah, demi Allah, mengapa anda menangis? Apa yang terjadi dengan Ja’far dan kedua sahabatnya?”
Beliau menjawab, “Ya, mereka telah syahid hari ini.”
Mendengar jawaban beliau, maka reduplah senyum kegirangan di wajah anak-anak, apalagi setelah mendengar ibu mereka menangis tersedu-sedu.
Mereka diam terpaku di tempat masing-masing, seolah-olah seekor burung sedang bertengger di kepala mereka.
Rasulullah berdoa sambil menyeka air matanya,
“Ya Allah, gantilah Ja’far bagi anak-anaknya… Ya Allah, gantilah Ja’far bagi istrinya.”
Kemudian beliau bersabda, “Aku melihat, sungguh Ja’far berada di surga. Dia mempunyai dua sayap berlumuran darah dan bertanda di kakinya.”
6. STRATEGI PERANG KHALID BIN WALID.
Tsabit bin Arqam mengambil bendera komando yang telah tak bertuan itu dan berteriak memanggil para sahabat Nabi agar menentukan pengganti yang memimpin kaum muslimin. Maka, pilihan mereka jatuh pada Khalid bin Walid.
Khalid bin Walid Radhiyallahu ‘anhu sangat sadar, tidaklah mungkin menandingi pasukan sebesar pasukan Romawi tanpa siasat yang jitu. Ia lalu mengatur strategi, ditebarkan rasa takut ke diri musuh dengan selalu mengganti formasi pasukan setiap hari. Pasukan di barisan depan ditukar dibelakang, dan yang dibelakang berada didepan. Pasukan sayap kanan berganti posisi ke kiri begitupun sebaliknya. Tujuannya adalah agar pasukan romawi mengira pasukan muslimin mendapat bantuan tambahan pasukan baru. Selain itu, khalid bin Walid mengulur-ulur waktu peperangan sampai sore hari karena menurut aturan peperangan pada waktu itu, peperangan tidak boleh dilakukan pada malam hari. Khalid memerintahkan beberapa kelompok prajurit kaum muslimin pada pagi harinya agar berjalan dari arah kejauhan menuju medan perang dengan menarik pelepah-pelepah pohon sehingga dari kejauhan terlihat seperti pasukan bantuan yang datang dengan membuat debu-debu berterbangan. Pasukan musuh yang menyaksikan peristiwa tersebut mengira bahwa pasukan muslim benar-benar mendapatkan bala bantuan. Mereka berpikir, bahwa kemarin dengan 3000 orang pasukan saja merasa kewalahan, apalagi jika datang pasukan bantuan. Karena itu, pasukan musuh merasa takut dan akhirnya mengundurkan diri dari medan pertempuran.
Pasukan Islam lalu kembali ke Madinah, mereka tidak mengejar pasukan Romawi yang lari, karena dengan mundurnya pasukan Romawi berarti Islam sudah menang.
7. HASIL PEPERANGAN.
Ibnu Ishaq dan Ibnu Hisyam menyebutkan bahwa pertempuran ini berakhir imbang. Hal karena kedua belah pasukan sama-sama menarik mundur pasukannya yang lebih dahulu dilakukan oleh Romawi. Sedangkan Ibnu Katsir menyebutkan bahwa dalam pertempuran ini kemenangan berada di tangan pasukan Muslimin.
Imam Ibnu katsir mengungkapkan ketakjubannya terhadap kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui hasil peperangan yang berakhir dengan kemenangan kaum muslimin dengan berkata,
“Ini kejadian yang menakjubkan sekali. Dua pasukan bertarung, saling bermusuhan dalam agama.
Pihak pertama pasukan yang berjuang di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, dengan kekuatan 3000 orang. Dan pihak lainnya, pasukan kafir yang berjumlah 200 ribu pasukan. 100 ribu orang dari Romawi dan 100 ribu orang dari Nashara Arab. Mereka saling bertarung dan menyerang. Meski demikian sengitnya, hanya 12 orang yang terbunuh dari pasukan kaum muslimin, padahal, jumlah korban tewas dari kaum musyirikin sangat banyak.”
Sebenarnya tanpa ada justifikasi kemenanganpun akan diketahui ada dipihak siapa. Keberanian pasukan yang hanya berjumlah 3.000 dengan gagah berani menghadapi dan dapat mengimbangi pasukan yang sangat besar dan bersenjata lebih canggih dan lengkap cukup menjadi bukti. Bahkan jika menghitung jumlah korban dalam perang itu siapapun akan langsung mengatakan bahwa umat islam menang.
Mengingat korban dari pihak muslim hanya 12 orang (al-Bidayah wan Nihayah (4/214)). Menurut riwayat Ibnu Ishaq 8 orang, sedang dalam kitab as-Sirah ash-Shahihah (hal.468) 13 orang) sedangkan pasukan Romawi tercatat sekitar 20.000 orang.
Menurut Imam Ibnu Ishaq – imam dalam ilmu sejarah Islam –, syuhada perang Mu’tah hanya berjumlah 8 sahabat saja. Secara terperinci, yaitu :
(1) Ja’far bin Abi Thalib, dan mantan budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
(2) Zaid bin Haritsah Al-Kalbi,
(3) Mas’ud bin Al-Aswad bin Haritsah bin Nadhlah Al-Adawi,
(4) Wahb bin Sa’d bin Abi Sarh.
Sementara dari kalangan kaum Anshar,
(5) Abdullah bin Rawahah,
(6) Abbad bin Qais Al-Khazarjayyan,
(7) Al-Harits bin an-Nu’man bin Isaf bin Nadhlah an-Najjari, dan
(8) Suraqah bin Amr bin Athiyyah bin Khansa Al-mazini.
Di sisi lain, Imam Ibnu Hisyam dengan berlandaskan keterangan Az-Zuhri, menambahkan empat nama dalam deretan Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang gugur di medan perang Mu’tah. Yakni,
(9) Abu Kulaib; dan
(10) Jabir.
Dua orang ini saudara sekandung.
Ditambah Amr bin Amir putra Sa’d bin Al-Harits bin Abbad bin Sa’d bin Amir bin Tsa’labah bin Malik bin Afsha. Mereka juga berasal dari kaum Anshar.
Dengan ini, jumlah syuhada bertambah menjadi 12 jiwa.
Perang ini adalah perang yang sangat sengit meski jumlah korban hanya sedikit dari pihak muslim. Di dalam peperangan ini Khalid Radhiyallahu ‘anhu telah menunjukkan suatu kegigihan yang sangat mengagumkan. Imam Bukhari meriwayatkan dari Khalid sendiri bahwa ia berkata:
“Dalam perang Mu‘tah, sembilan bilah pedang patah di tanganku kecuali sebilah pedang kecil dari Yaman.” (HR. Al-Bukhari 4265-4266)
Ibnu Hajar mengatakan, hadits ini menunjukkan bahwa kaum Muslimin telah banyak membunuh musuh mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, “Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah? Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S. Al-Baqarah: 249)
8. HIKMAH YANG KITA BISA AMBIL DARI PERANG MU’TAH.
Kita merasa berat padahal kita tidak pernah berjihad. Kita mengeluh sering pulang malam dan kecapekan karena kita tidak pernah membayangkan mobilitas para sahabat seperti Zaid, Ja’far dan Ibnu Rawahah yang menempuh perjalanan beberapa pekan, lalu berperang beberapa pekan pula. Kita mengeluhkan hari libur yang tersita sehingga jarang berekreasi bersama keluarga karena kita tak pernah menempatkan diri seperti Zaid, Ja’far dan Ibnu Rawahah yang setiap kali berangkat jihad mereka meninggalkan wasiat pada istri dan keluarganya. Kita mengeluh korban tenaga, kehujanan, sampai terkena flu bahkan masuk rumah sakit. Karena kita tak pernah membayangkan jika kita yang menjadi para sahabat. Bukan flu yang menyerang tetapi anak-anak panah yang menancap di badan. Bukan panas dan meriang yang datang tetapi tombak yang menghujam. Bukan batuk karena kelelahan tapi sayatan pedang yang membentuk luka dan menumpahkan darah. Kita mengeluh dengan pengeluaran sebagian kecil uang kita karena kita tidak membayangkan betapa besarnya biaya jihad para sahabat. Mulai dari membeli unta atau kuda, baju besi sampai senjata. Kita mengeluhkan masyarakat kita yang tidak juga menyambut dakwah sementara Zaid, Ja’far, dan Ibnu Rawahah bahkan tak pernah mengeluh meskipun berhadapan dengan 100.000 pasukan musuh. Kita merasa berat dan seringkali mengeluh karena kita tak memahami bahwa perjuangan Islam resikonya adalah kematian. Maka yang kita alami bukan apa-apa dibandingkan tombak yang menghujam tubuh Zaid bin Haritsah. Yang kita keluhkan tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan sabetan pedang yang memutuskan dua tangan Ja’far bin Abu Thalib dan membelah tubuhnya. Yang kita rasa berat tidak seberapa dibandingkan luka-luka di tubuh Ibnu Rawahah yang membawanya pada kesyahidan.
Lalu pantaskah kita berharap Rasulullah menangis karena kematian kita ?
Pantaskah kita berharap malaikat datang menyambut kita ?
Atau bidadari menjemput kita ?
Kemudian pintu surga dibukakan untuk kita
Ya Allah, jika kami memang belum pantas untuk itu semua, jangan biarkan kami mengeluh di jalan dakwah ini. Ya Allah, anugerahkanlah hidayah-Mu kepada kami, dan janganlah Engkau jadikan hati kami condong pada kesesatan sesudah Engkau memberi hidayah pada kami. Amin

Masih Ingat..? Kaum Cina Komunis Menggusur Islam dan Pribumi.


Masih Ingat..? Kaum Cina Komunis Menggusur Islam dan Pribumi.
Jejak sejarah keinginan Cina menguasai Nusantara sudah dimulai sejak masa Sriwijaya tahun 600an. Walaupun Cina dikalahkan dalam perang oleh Raja Kediri Kertanegara dan Raden Wijaya Singosari usaha penaklukan Nusantara oleh Cina terus berlanjut.
Pada zaman penjajahan, Cina menjadi kolaborator Belanda. Pada orde baru gerakan politik Cina diredam tetapi ekonomi mereka mencapai kemajuan dengan lahirnya 200an konglomerat yang mnguasai ekonomi Indoneisa. Puncaknya Pemilu 2014 terpilih Jokowi yang antek Cina menajadi RI-1.
Bagaimana kejadiannya sampai Cina menggusur Islam dan Pribumi..?
Mafia Persaudaraan Cina Indonesia itu sudah merencanakan menguasai republik ini sudah lama. Beberapa kasus masa lalu bisa dilihat. Cina ini merembes kayak air. Bahkan mereka mengklaim Islam datang dari Cina. LUCU. Bahkan dari berbagai tulisan dibuat seolah-olah Walisongo itu sebagiannya adalah orang Cina. Itu jelas- tidak betul.
Lalu ketika VOC masuk dan pemerintah Belanda menjajah Indonesia, orang2 Cina itu menjadi perantara. Mereka menjadi pedagang bahkan industriawan yang bagus dan punya keterampilan bagus dan unggul dibanding orang Jawa. Bahkan orang jawa menganggap orang dagang itu rendah, yang tinggi itu adalah kebangsawanan dan pendidikan. Di bawah orang2 bule, Pribumi itu dianggap paling rendah. Maksud Belanda untuk mencari teman. Sedang si Cina2 ini selain mnganggap bahwa Nusantara adalah tanah harapan juga mereka mendendam sakit hati karena ekspedisi2 mereka, tentara2 Tartar, selalu dikalahkan oleh kerajaan di Nusantara. Nafsu mereka untuk menguasai Nusantara sangat besar.
Maka ketika perang kemerdekaan mereka bantu Belanda. Setelah perang kemerdekaan, mereka menolak Indonesia merdeka. Sekalipun beberapa diantara mereka ada yang mendukung Soekarno Hatta. Sebagian besar mereka menginginkan Belanda terus disini. Karena dengan Belanda di sini, mereka menjadi terlindung, karena mereka merasa minoritas. Mereka ada yang jadi pasukannya, sewaktu Belanda atau Jepang (menjajah Indonesia).
Orang2 Cina itu yang kedudukanya lebih tinnggi dari pribumi boleh masuk ke sekolah-sekolah Belanda bahkan dikirim ke Belanda. Mereka juga ikut membuat perkumpulan yang mendukung Belanda. Zaman Jepang pun begitu. Sekalipun ada yang menjadi anggota BPUPKI, PPKI dan lain2.
Dalam sejarah, ada peristiwa Kali Angke, 10 ribu orang Cina dibantai Belanda karena mereka mempunyai kebiasaan yang buruk dan sudah ada peraturan mereka melanggarnya. Yaitu pelarangan membuat pelacuran, perjudian dan minuman-minuman keras. Mereka memproduksi. Seperti Jakarta Kini. Karena mereka melakukan pelanggaran, gubernur Belanda bersama orang2 Eropa lainnya, membantai mereka. Kali Angke menjadi merah darah.
Ketika perang Diponegoro, banyak orang Cina yang mengkhianati Diponegoro dan membantu Belanda. Dan karena itu juga terjadi pembunuhan besar terhadap orang2 Cina oleh Pasukan Diponegoro. Terutama di Ngawi, daerah perbatasan Jateng dan Jatim. Adipati Madura juga banyak membunuh orang Cina. Artinya sifat-sifat Cina ini, di mata pribumi tidak berubah, suka menipu, nyogok, sewenang-wenang, licik, dan memperkaya diri.
Mereka membentuk kelompok sendiri, yang disebut sebagai segregasi. Itu terjadi sejak dimasa Bung Karno. Sehingga akhirnya Soeharto mengeluarkan surat keputusan pemerintah, mereka dilarang melakukan perdagangan di pedesaan. PP itu sebenarnya dikeluarkan sejak tahun 1959 (zaman Bung Karno), karena ada laporan bahwa orang2 Cina itu mulai mendominasi perekonomian.
CATAT !! Sampai sekarang PP itu tidak pernah dicopot.
Lalu tahun 1963, bulan Mei, terjadi peristiwa bentrok yang dimulai dari Cirebon sampai menjalar ke Jawa Barat. Rumah-rumah dan toko-toko Cina dirusak dan dibakar oleh masyarakat. Pak Harto punya alasan sendiri, Cina-Cina ini harus diredam. Alasan lain Lim Bian Koen (Sofjan Wanandi) dan Lim Bian Kie (Jusuf Wanandi), mendirikan CSIS bersama dengan Harry Tjan Silalahi. Harry Tjan bersama-sama Subhan ZE orang NU kharismatik, mereka membentuk Front Pancasila mendukung Pak Harto. Itu mulai tahun 1966. Kemudian mereka mendirikan CSIS, di situ ada juga Ali Moertopo dan Sudjono Humardani. CSIS Indonesia itu cabangnya CSIS di Amerika.
Sejak awal CSIS, Harry Tjan sebetulnya orang CIA. Bahkan mereka, atas petunjuk CIA membantu Soeharto menjelang peristiwa G30S. Desember 1965, ada peristiwa, suatu rapat di Cipanas yang diselenggarakn oleh orang2 Bung Karno untuk mmbubarkan atau menasionalisasi Caltex. Ternyata Pak Harto tiba-tiba muncul dan menolak nasionalisasi.
Dalam peristiwa G30S, Pak Harto ada dalam jejaring CIA untuk menjatuhkan Soekarno. Ketika Pak Harto berkuasa, ia memutuskan orang2 Cina dilarang berpolitik. Berbisnis dipersilahkan. Sekarang mahluk itu seperti AHOK. Pak Harto sadar atau tidak sadar situasi itu menyebabkan sosial ekonomi cina mendominasi. Maka muncullah Bob Hasan, Liem Swie Liong dan munculnya 200 konglomerat Cina. Di situ bisa dilihat bahwa gerakan menguasai Nusantara atau Indonesia itu terus dan mencapai kemajuan.
Yang khususnya disetir oleh CSIS dan LIPPO dibawah Mochtar Riyadi dan James Riyadi. Pada waktu terjadi konferensi APEC di Bogor, tahun 1994, di Lippo Cikarang, Clinton berkunjung ke rumahnya James Riyadi. Dan disepakatilah upaya kejatuhan Soeharto. Saat itu terjadi gerakan-gerakan yang menentang Soeharto, khususnya dari pihak mahasiswa. Tanyakan saja sekarang sama para mahasiswa itu, di bayar siapa..?
Selain ada gerakan mahasiswa, kita tidak sadar ada keuangan yang mengalir ke Indonesia baik dari James Riyadi maupun dari Washington. Tahun 1997 terjadi krisis moneter, krisis moneter yang di rekayasa, sekali lagi "di rekayasa". Ekonomi Indonesia itu kecil kalau direkayasa oleh negara besar seperti AS dibantu oleh CSIS, serta Mochtar dan James Riyadi, hasilnya menakjubkan. Jadi krisis moneter menjadikan Indonesia kolaps, direkayasa masuknya IMF dan sekaligus menjadi penasehat untuk menangani krisis itu. Ini terjadi pada akhir pak Harto. Kemudian setelah itu ada pengucuran dana 210 trilyun agar Habibie turun, lalu naik Gus Dur.
Timur-timur itu lepas karena rekayasa kelompok mafia cina dengan dukungan AS. Warning Papua!!
Karena Habibie yang naik itu kan periodenya sampai dengan 2003, kenapa ia melakukan Pemilu 1999 yang menghasilkan kemenangan PDIP. Lalu kenapa pertanggung jawaban Habibie ke MPR ditolak saat itu? Itu rekayasa.
Banyak yang tidak suka Habibie, menganggap ia tangan kanannya Soeharto, melepaskan Timtim dan tidak mau mengadili Soeharto. Lugu2 munafikun!. Termasuk penghancuran IPTN itu adalah rekayasa. Kenapa Habibie harus dijatuhkan? Untuk mempercpat terpilihnya presiden yang pro Amerika dan tentu saja pro Persaudaraan Mafia Cina Indonesia. GUS DUR. Itu makanya para jokowiyah selalu mengait2kan agama dengan GusDur.
BACA : GUSDUR BUKAN PEMBELA ISLAM
↪ fb.com/politikampung/photos/396661133816781/
Dipaksalah GusDur untuk mengucurkan Surat Tanda Utang (STU) 430 trilyun. Dilanjutkan Megawati, membantu bank-bank yang roboh. Pemerintah seakan-akan bertanggung jawab kepada konglomerat-konglomerat itu. Karena pemerintah tidak punya uang, dikasih STU itu (kasus BLBI), untuk mengganti aset-aset mereka yang diambil pemerintah. Tetapi ketika aset-aset itu dijual 430 trilyun itu diperkirakan total nilai aset ternyata hanya terjual 15-20 trilyun. Rakyat Indonesia dibohongi konglomerat cina. Lebih gawatnya lagi Megawati keluarkan Inpres No. 8 tahun 2002. Hancur NKRI..!! Dan ini, sebagian kecil hal2 yang menjadikan Prabowo tidak suka dengan GusDur.
Dan juga ingat satu hal, China Nasionalis semua ada di kubu Prabowo.
Cina-cina yang penipu ini sebetulnya berutang kepada negara, mereka tidak bisa bayar ke nasabah. Karena Mega, mereka tidak ditangkap. Lalu STU itu dipakai untuk mengucurkan bunganya kepada para konglomerat nilainya 60-70 Trilyun pertahun. Dosa2 Mega menjadikan negeri ini terjual, kini saatnya melawan! berantas mafia cina!
Sekarang yang namanya Jawa itu 80 persen dikuasai Cina. Jakarta hampir 100 persen dikuasai. Juga pulau-pulau lain. Pribumi ayo bergerak! Kekayaan alam kita dikuasai Cina. Minyak dikuasai asing. Hutan kita juga dikuasai mereka, yang semuanya bertentangan dengan pasal 33 UUD 45.
Pertamina sudah bukan BUMN lagi, tinggal namanya doang. Listrik kita sudah beli dari asing. Dijual digadaikan. Cinaisasi sudah berlangsung: Jokowi, Ahok, Tjahjo Kumolo dan Setya Novanto, terindikasi Cina. Sekarang kelompoknya Wijaya di Bandung yang mempopulerkan produk-produk Cina. Ada namanya Cucu Wijaya, salah satu pimpinan dari Universitas Maranatha. Dia lulusan ITB, jurusan Seni Rupa. Kemarin dia membawa rombongan ITB itu ke Cina. Promosi produk-produk Cina dengan harga Cina yang tidak ada struktur biayanya. Kalau produk di dunia ada struktur biayanya. Warning!
Kalau di Cina tidak ada struktur. Bisa menjual seenaknya, industri-industri Indonesia bisa habis. Indonesia benar2 terjual, alam, air dan udaranya. Juga sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Insinyur yang tidak punya sertifikat Asean dianggap tidak mampu, dan ahli-ahli Asean bisa menggantikan mereka