Judul:
Kenapa Umat Islam Tertinggal
Penulis:
Syaikh Syakib Arslan
Penerbit:
Pustaka Al-Kautsar
Tahun
Terbit: 2013
Tebal: 216
halaman
Pertanyaan
“Mengapa Umat Islam Tertinggal” diajukan pada tahun 1929 oleh seorang ulama
asal Sambas, Kalimantan, bernama Syaikh Muhammad Basyuni Imran, dalam suratnya
kepada ulama Mesir terkemuka, Syaikh Rasyid Ridha. Syaikh Rasyid Ridha pun
meminta Syaikh Syakib Arslan, yang dijulukinya Sahibul Bayan, untuk
menulis risalah menjawab pertanyaan ini. Risalah itu dimuat di majalah Al Manar
(majalah ini diterbitkan oleh Syaikh Rasyid Ridha dari tahun 1315 hingga 1354).
Kemudian, risalah karya Syaikh Arslan ini diterbitkan dalam bentuk buku
pada tahun 1940 dan disebarkan ke seluruh dunia. Di Indonesia, terjemahan
pertama buku ini diterbitkan tahun 1954. Dan pada tahun 2013, Pustaka Al Kautsar
menerjemahkan ulang dan menerbitkannya.
Dalam buku
ini, dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami, Syaikh Arslan menganalisis
beberapa penyebab kemunduran umat Islam. Analisisnya masih sangat relevan
dengan kondisi umat muslim saat ini. Yang menarik adalah, beliau tidak
menyalah-nyalahkan pihak non-Muslim, melainkan mengajak umat Islam untuk
introspeksi diri, dengan menggunakan argumen logis serta dalil Al Quran dan
hadis.
Menurut
Syaikh Arslan, ada 6 faktor penyebab ketertinggalan umat Islam:
1.Kebodohan
2.Pengetahuan
yang tanggung.
Menurut
Syaikh Arslan, ini jauh lebih berbahaya daripada bodoh sama sekali. Orang bodoh
saat dibimbing orang berilmu, akan patuh. Tapi orang yang berpengetahuan
tanggung, tidak sadar atau enggan mengakui bahwa dirinya tak banyak tahu.
3. Kerusakan akhlak
4.Kebobrokan
moral para pemimpin dan ulama.
Di bagian
ini, Syaikh Arslan dengan blak-blakan mengkritik ulama yang menjadikan ilmu
sebagai ladang penghidupan, menjilat pemimpin yang fasik, dan membiarkan para
pemimpin melakukan pelanggaran agama. Masyarakat pun tertipu oleh serban mereka
dan mengira fatwa-fatwa mereka sesuai syariat. Akibat semua ini, lenyaplah
kemaslahatan umat dan semua itu adalah dosa yang ditanggung para ulama tersebut.
(hal 67-68)
5.Sifat
pengecut dan penakut yang menjangkiti umat Islam, ditambah lagi oleh rasa putus asa
atas rahmat Allah. Sebagian besar umat Islam minder di hadapan Barat, dan
menganggap tak ada peluang bagi muslim untuk mengungguli Barat. Akibatnya,
Barat semakin merajalela menguasai kaum muslimin.
Di sini,
Syaikh Arslan memberi contoh kemajuan Jepang.
“Tidakkah
Anda melihat bahwa Jepang hingga tahun 1868 masih sama dengan bangsa-bangsa
Timur ‘kuno’ lainnya? Akan tetapi ketika mereka bertekad untuk mengejar
bangsa-bangsa yang maju, mulailah mereka mempelajari ilmu-ilmu Eropa. Mereka
membangun industri seperti industri Eropa. Itulah yang mereka lakukan selama 50
tahun secara konsisten.
Nah setiap
umat Islam yang hendak bangkit dan menyusul bangsa-bangsa yang maju pun bisa
melakukan hal itu sambil tetap berpegang teguh kepada agama. Seperti halnya
bangsa Jepang, mereka mempelajari segala ilmu Eropa tanpa terkecuali namun
tetap memegang teguh agama yang mereka yakini.”
Syaikh
Arslan menyesalkan umat Islam yang enggan berkorban mencapai kemajuan. Beliau
menulis,
“Hanya saja,
untuk memiliki senjata harus rela mengeluarkan biaya. Nah kaum muslimin tidak
mau keluar uang.. Mereka malah ingin menang tanpa senjata dan amunisi, atau
ingin senjata dan amunisi tanpa modal sedikitpun.. dan ketika mereka kalah,
mereka berteriak, “Mana janji Allah dalam Al Quran?”
(halaman
72-73-74).
Di halaman
81 Syaikh Arslan menulis, “Biang kerok kelemahan umat Islam masa kini adalah
sifat pengecut dan kedekut (kikir sekali). Ini ditegaskan dalam sabda
Rasulullah SAW, “Itu lantaran kalian mencintai dunia dan membenci kematian.”
6.Hilangnya
kepercayaan diri.
Syaikh
Arslan menulis, “Bagaimana umat Islam bersaing dengan Eropa di kancah
pertempuran sementara belum apa-apa mereka sudah berkeyakinan bahwa pastilah
Eropa yang akan menang?” (hal 85)
Syaikh
Arslan lalu mengingatkan umat Islam, betapa di masa lalu Islam pernah meraih
kejayaan ilmu pengetahuan dan karenanya, tidak ada alasan untuk bersikap
minder.
Di halaman
89, beliau menulis, “Siapa saja yang berjalan di jalan yang tepat pastilah ia
sampai ke tujuan. Jika umat Islam mempelajari ilmu-ilmu modern, niscaya mereka
bisa melakukan aktivitas-aktiviats pembangunan yang dilakukan bangsa Barat.
Lagipula tidak ada perbedaan dalam kompetensi manusia.” (Fatma,
LiputanIslam.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar