Rabu, 15 Juni 2016

Mengapa Umat Islam Tertinggal?




Judul: Kenapa Umat Islam Tertinggal
Penulis: Syaikh Syakib Arslan
Penerbit: Pustaka Al-Kautsar
Tahun Terbit: 2013
Tebal: 216 halaman

Pertanyaan “Mengapa Umat Islam Tertinggal” diajukan pada tahun 1929 oleh seorang ulama asal Sambas, Kalimantan, bernama Syaikh Muhammad Basyuni Imran, dalam suratnya kepada ulama Mesir terkemuka, Syaikh Rasyid Ridha. Syaikh Rasyid Ridha pun meminta Syaikh Syakib Arslan, yang dijulukinya Sahibul Bayan, untuk menulis risalah menjawab pertanyaan ini. Risalah itu dimuat di majalah Al Manar (majalah ini diterbitkan oleh Syaikh Rasyid Ridha dari tahun 1315 hingga 1354). Kemudian, risalah karya Syaikh Arslan ini diterbitkan dalam bentuk  buku pada tahun 1940 dan disebarkan ke seluruh dunia. Di Indonesia, terjemahan pertama buku ini diterbitkan tahun 1954. Dan pada tahun 2013, Pustaka Al Kautsar menerjemahkan ulang dan menerbitkannya.
Dalam buku ini, dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami, Syaikh Arslan menganalisis beberapa penyebab kemunduran umat Islam. Analisisnya masih sangat relevan dengan kondisi umat muslim saat ini. Yang menarik adalah, beliau tidak menyalah-nyalahkan pihak non-Muslim, melainkan mengajak umat Islam untuk introspeksi diri, dengan menggunakan argumen logis serta dalil Al Quran dan hadis.
Menurut Syaikh Arslan, ada 6 faktor penyebab ketertinggalan umat Islam:
1.Kebodohan
2.Pengetahuan yang tanggung.
Menurut Syaikh Arslan, ini jauh lebih berbahaya daripada bodoh sama sekali. Orang bodoh saat dibimbing orang berilmu, akan patuh. Tapi orang yang berpengetahuan tanggung, tidak sadar atau enggan mengakui bahwa dirinya tak banyak tahu.
3. Kerusakan akhlak
4.Kebobrokan moral para pemimpin dan ulama.
Di bagian ini, Syaikh Arslan dengan blak-blakan mengkritik ulama yang menjadikan ilmu sebagai ladang penghidupan, menjilat pemimpin yang fasik, dan membiarkan para pemimpin melakukan pelanggaran agama. Masyarakat pun tertipu oleh serban mereka dan mengira fatwa-fatwa mereka sesuai syariat. Akibat semua ini, lenyaplah kemaslahatan umat dan semua itu adalah dosa yang ditanggung para ulama tersebut. (hal 67-68)
5.Sifat pengecut dan penakut yang menjangkiti umat Islam, ditambah lagi oleh rasa putus asa atas rahmat Allah. Sebagian besar umat Islam minder di hadapan Barat, dan menganggap tak ada peluang bagi muslim untuk mengungguli Barat. Akibatnya, Barat semakin merajalela menguasai kaum muslimin.
Di sini, Syaikh Arslan memberi contoh kemajuan Jepang.
“Tidakkah Anda melihat bahwa Jepang hingga tahun 1868 masih sama dengan bangsa-bangsa Timur ‘kuno’ lainnya? Akan tetapi ketika mereka bertekad untuk mengejar bangsa-bangsa yang maju, mulailah mereka mempelajari ilmu-ilmu Eropa. Mereka membangun industri seperti industri Eropa. Itulah yang mereka lakukan selama 50 tahun secara konsisten.
Nah setiap umat Islam yang hendak bangkit dan menyusul bangsa-bangsa yang maju pun bisa melakukan hal itu sambil tetap berpegang teguh kepada agama. Seperti halnya bangsa Jepang, mereka mempelajari segala ilmu Eropa tanpa terkecuali namun tetap memegang teguh agama yang mereka yakini.”
Syaikh Arslan menyesalkan umat Islam yang enggan berkorban mencapai kemajuan. Beliau menulis,
“Hanya saja, untuk memiliki senjata harus rela mengeluarkan biaya. Nah kaum muslimin tidak mau keluar uang.. Mereka malah ingin menang tanpa senjata dan amunisi, atau ingin senjata dan amunisi tanpa modal sedikitpun.. dan ketika mereka kalah, mereka berteriak, “Mana janji Allah dalam Al Quran?”
(halaman 72-73-74).
Di halaman 81 Syaikh Arslan menulis, “Biang kerok kelemahan umat Islam masa kini adalah sifat pengecut dan kedekut (kikir sekali). Ini ditegaskan dalam sabda Rasulullah SAW, “Itu lantaran kalian mencintai dunia dan membenci kematian.”
6.Hilangnya kepercayaan diri.
Syaikh Arslan menulis, “Bagaimana umat Islam bersaing dengan Eropa di kancah pertempuran sementara belum apa-apa mereka sudah berkeyakinan bahwa pastilah Eropa yang akan menang?” (hal  85)
Syaikh Arslan lalu mengingatkan umat Islam, betapa di masa lalu Islam pernah meraih kejayaan ilmu pengetahuan dan karenanya, tidak ada alasan untuk bersikap minder.
Di halaman 89, beliau menulis, “Siapa saja yang berjalan di jalan yang tepat pastilah ia sampai ke tujuan. Jika umat Islam mempelajari ilmu-ilmu modern, niscaya mereka bisa melakukan aktivitas-aktiviats pembangunan yang dilakukan bangsa Barat. Lagipula tidak ada perbedaan dalam kompetensi manusia.” (Fatma, LiputanIslam.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar