Kenapa umat
Islam mengalami kemunduran?
Pertanyaan
di atas merupakan judul sebuah buku terkenal karya Amir Syakib Arsalan yang
ditulis pada awal abad ke dua puluh. Beliau menulisnya sebagai hasil analisanya
terhadap kondisi terpuruk dan terpecah-belahnya ummat Islam pada masa itu.
Sesudah hampir satu abad sejak ditulis, ternyata isi bukunya masih cukup
relevan dengan realitas ummat Islam dewasa ini. Beliau menjadi saksi sejarah
keruntuhan Kesultanan Turki Utsmani serta semakin mencengkeramnya fihak
imperialis penjajah Eropa di berbagai negeri Islam. Beliau mencatat bagaimana
negeri-negeri Islam tidak berdaya dijajah oleh aneka penjajah, seperti Inggris,
Perancis, Itali, Belanda dan beliau sangat risau serta prihatin dengannya.
Akhirnya beliau menjadi heran sehingga mengajukan pertanyaan di atas“Mengapa
Kaum Muslimin Mundur Dan Kaum Selainnya Maju?” Secara garis besar Syakib Arsalan
berkesimpulan bahwa kaum muslimin menjadi mundur dikarenakan mereka
meninggalkan agama mereka dienullah Al-Islam. Sedangkan pihak Eropa
barat kafir justeru menjadi maju karena mereka meninggalkan agama
mereka, yaitu agama Nasrani atau Kristen. Mengapa bisa demikian? Karena Islam
adalah agama yang benar, sempurna dan saling menyempurnakan antara satu bagian
dengan bagian lainnya. Sedangkan agama para penjajah merupakan agama yang telah
kehilangan keasliannya. Agama Nasrani telah mengalami banyak penyimpangan serta
kontaminasi nilai akibat ulah tangan-tangan jahil para rahib, pendeta dan
pastornya. Mereka telah sengaja merubah isi Al-Kitab Bible di sana-sini.
Perubahan tersebut dilakukan karena berbagai kepentingan duniawi dan hawa
nafsu. Oleh sebab itu Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم pernah bersabda:
لَا
تُصَدِّقُوا أَهْلَ الْكِتَابِ وَلَا تُكَذِّبُوهُمْ وَقُولُواآمَنَّا بِاللَّهِ
وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ الْآيَةَ
“Jangan
kalian benarkan ahli kitab, dan jangan pula kalian mendustakannya, dan katakan
saja ‘Kami beriman kepada Allah, dan apa yang diturunkan kepada kami dan yang
diturunkan kepadamu’.”(HR. Bukhari 6816) Sedangkan sumber utama ajaran Al-Islam, yakni Al-Qur’an
dan As-Sunnah, keduanya memperoleh jaminan terpelihara keasliannya dari Allah
سبحانه و تعالى :
إِنَّا
نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya.” (QS.
Al-Hijr [15] : 9)
وَمَا
يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلا وَحْيٌ يُوحَى
“…dan
tiadalah yang diucapkannya (Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم ) itu (Al Qur’an)
menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya),” (QS. An-Najm [53] : 3-4)
Selain itu,
kaum muslimin menjadi mundur saat meninggalkan agamanya karena Islam dan ilmu
pengetahuan berjalan seiring. Sehingga begitu kaum muslimin meninggalkan Islam
secara otomatis juga meninggalkan ilmu pengetahuan, maka akibatnya mereka
menjadi mundur. Sebaliknya, kaum kafir Eropa memiliki agama yang diwakili oleh
pihak gereja pada abad kegelapan. Dan bukan rahasia lagi bahwa pada masa itu
banyak doktrin dan ajaran fihak gereja alias agama Nasrani bertolak belakang
dengan ilmu pengetahuan. Sehingga ketika masyarakat kafir Eropa berontak
terhadap belenggu gereja mereka secara otomatis mendekat kepada ilmu
pengetahuan dan itu menyebabkan mereka menjadi maju.
Dalam
situasi seperti itu Amir Syakib Arsalan membedah persoalan kaum muslimin.
Dengan piawai beliau berhasil merumuskan secara tertib rangkaian sebab
mundurnya kaum muslimin dan majunya kaum selainnya. Ada lima sebab menurutnya.
Dan kelima sebab tersebut memiliki hubungan sebab-akibat satu sama lainnya.
Uniknya lagi, kelima sebab tersebut jika kita perhatikan baik-baik, masih
sangat relevan dengan keadaan kaum muslimin hingga saat ini. Kelima sebab
tersebut ialah sebagai berikut:
- Jauh dari Kitabullah Al-Qur’anul Karim dan As-Sunnah An-Nabawiyyah
- Hilangnya tsiqoh (kepercayaan) terhadap Islam—inhizamun dakhily (inferior/rendah diri)
- At-Taqlid (mengekor secara mambabi buta)
- At-Tafriqoh (perpecahan)
- Tertinggal dalam berbagai urusan dunia
Pertama, kaum muslimin pada
umumnya jauh dari dua sumber utama kemuliaan mereka, yakni Kitabullah Al-Qur’an
dan As-Sunnah An-Nabawiyyah. Padahal Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم secara
gambalang mewasiatkan agar kita senantiasa berpegang teguh kepada kedua warisan
suci tersebut. Hanya dengan bersikap demikianlah kita tidak bakal menjadi
tersesat dari jalan lurus yang Allah سبحانه و تعالى telah bentangkan bagi
orang-orang beriman.
تَرَكْتُ
فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ
وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
Rasulullah صلى
الله عليه و سلم bersabda, “Telah aku tinggalkan untuk kalian, dua perkara yang
kalian tidak akan sesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya;
Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.” (HR. Malik 1395) Semestinya kedua
perkara ini menjadi rujukan utama kaum muslimin, baik dalam urusan kecil maupun
besar, baik urusan pribadi maupun bermasyarakat. Kedua perkara ini merupakan
sumber kemuliaan dan kebanggaan kaum muslimin. Jika mereka akrab dengannya,
niscaya mereka menjadi mulia. Jika mereka jauh dari keduanya, niscaya mereka
akan dihinggapi kehinaan sebagaimana yang tampak dewasa ini.
وَلَوِ
اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأرْضُوَمَنْ
فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَنْ ذِكْرِهِمْ مُعْرِضُونَ
“Andai kata
kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini,
dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada
mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu.” (QS. Al-Mukminun [23] : 71)
Realitasnya, dewasa ini hubungan kaum muslimin umumnya jauh dari kedua sumber
utama ajaran Islam tersebut. Kalaupun ada hubungan biasanya hanya hubungan
parsial. Ada yang hubungannya dengan Al-Qur’an hanya sebatas tilawah
(membacanya). Atau kalaupun ada yang lebih daripada itu ialah hubungan tahfizh
(menghafalkannya). Ini bukan berarti kita tidak menganggap penting aktifitas
tilawah dan tahfizh Al-Qur’an. Tetapi masalahnya ini tidaklah cukup. Allah
سبحانه و تعالى tidak menurunkan Al-Qur’an dengan maksud sebatas itu. Allah
سبحانه و تعالى menurunkan Al-Qur’an agar menjadi petunjuk, pedoman hidup bagi
ummat Islam, bahkan segenap ummat manusia. Allah سبحانه و تعالى menghendaki
agar dengan berpedoman kepada Al-Qur’an ummat manusia keluar dari kegelapan
jahiliyah menuju terangnya hidayah cahaya Islam. Maka sepatutnya kaum muslimin
juga tadabbur (memahami) dan tathbiq (mengamalkan) Al-Qur’anul
Karim. Tetapi hal di atas tidak terjadi. Malah banyak muslim yang lebih bangga
hidup berpedoman kepada berbagai sumber kebanggaan selain daripada Al-Qur’an
dan Sunnah Nabi صلى الله عليه و سلم . Mereka bangga dengan berbagai kitab karya
manusia. Ada yang lebih bangga dengan kitab warisan nenek moyangnya yang bukan
Islam. Ada yang membanggakan kitab produk kaum kuffar Eropa. Ada yang membanggakan
kitab lokal-tradisional suku atau bangsanya yang bukan berpedoman kepada
Kitabullah. Dan banyak lagi lainnya. Padahal Allah سبحانه و تعالى sudah
memperingatkan apa yang bakal terjadi jika mereka meninggalkan sumber
kebanggaan yang berasal dari Allah سبحانه و تعالى dan Sunnah Nabi Muhammad صلى
الله عليه و سلم .
وَأَنَّ
هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُواالسُّبُلَفَتَفَرَّقَ
بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“…dan bahwa
(yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan
janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu
mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah
kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An’aam [6] : 153)
Kedua, Hilangnya tsiqoh (kepercayaan) terhadap Islam—inhizamun
dakhily (inferior). Dikarenakan kaum muslimin jauh dari sumber kebanggaan
dan kemuliaannya, maka mulailah tumbuh sikap minder atau malu menjadi seorang
muslim. Mulailah kaum muslimin terjangkiti penyakit inferior (rendah
diri) untuk menampilkan nilai-nilai Islam dalam kesehariannya. Mereka tidak
ingin dianggap terbelakang dan ketinggalan zaman. Sedangkan agama Islam sudah
terlanjur di-asosiasi-kan dengan segala sesuatu yang mengindikasikan
keterbelakangan dan ketinggalan zaman. Hilang sudah kebanggaan diri sebagai
seorang muslim. Padahal di dalam Al-Qur’an justeru Allah سبحانه و تعالى
muliakan orang-orang beriman dengan menamakan mereka kaum muslimin.
هُوَ
اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَأَبِيكُمْ
إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا
“Dia (Allah
سبحانه و تعالى ) telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk
kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia
(Allah) telah menamai kamu sekalian muslimin dari dahulu, dan (begitu
pula) dalam (Al-Qur’an) ini.” (QS. Al-Hajj [22] : 78) Karena jauh dari Al-Qur’an,
maka kaum muslimin menjadi seolah tidak pernah membaca ayat di atas. Mereka tidak
sadar bahwa justeru tampil dengan identitas Islam merupakan tuntutan dari Allah
سبحانه و تعالى dan barangsiapa bangga dengan nilai-nilai Islam berarti ia
sedang mengejar ridha Allah سبحانه و تعالى . Dan ini berarti mereka belum
benar-benar beriman. Sebab Allah سبحانه و تعالى berjanji bahwa barangsiapa yang
beriman dengan benar, niscaya hilanglah rasa rendah diri dan kesedihan
hidupnya.
وَلا
تَهِنُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الأعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Janganlah
kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah
orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang
beriman.” (QS.
Ali-Imran [3] : 139) Ketiga, At-Taqlid (mengekor secara
mambabi buta). Karena sudah tidak memiliki tsiqoh (kepercayaan) terhadap
Islam sebagai jalan hidup, maka mulailah kaum muslimin melirik berbagai ajaran
selain agama Allah سبحانه و تعالى . Karena mereka minder menyebut diri sebagai
muslim, minder bila tampil dengan identitas Islam semata, tidak yakin bakal
diterima di tengah masyarakat modern bila hanya mengkampanyekan Islam saja,
maka mulailah mereka mencari alternatif lain yang diyakini bakal lebih “laku”
di tengah zaman penuh fitnah ini. Mulailah mereka mencari alternatif lain yang
mereka yakini bakal secara cepat mendatangkan dukungan luas masyarakat. Sambil
melupakan pentingnya dukungan Allah سبحانه و تعالى sebelum segala sesuatunya.
Apalah artinya mendapat dukungan luas masyarakat bila Allah سبحانه و تعالى
tidak ridha. Jauh lebih penting dan sudah semestinya kaum muslmin selalu
mengutamakan dukungan atau ridha Allah سبحانه و تعالى daripada dukungan
masyarakat luas. Walaupun sudah barang tentu ideal bila dapat memperoleh
dukungan Allah سبحانه و تعالى sekaligus dukungan masyarakat luas. Tetapi di
zaman penuh fitnah seperti sekarang ini, pilihan yang ada seringkali sangat
pahit. You can”t win them all…! Masing-masing diri dan kelompok mencari
seruan, jalan hidup, ideologi, pandanganhidup, nilai-nilai selain Islam yang
dia lebih tsiqoh kepadanya. Lalu mereka mengikutinya dengan semangat taqlid
alias membabi-buta. Mereka tidak mengkritisi ajaran baru yang mereka pandang
menjadi solusi lebih baik dari Islam, baik mengikutinya secara murni maupun
dengan mengkombinasikannya bersama ajaran Islam. Biasanya sebelum mereka taqlid
dengan ajaran baru tersebut mereka mengaku sudah meneliti dan mempelajarinya
secara mendalam. Dan kesimpulannya mereka katakan bahwa ajaran baru tersebut
sejalan alias tidak bertentangan dengan Islam. Itulah sebabnya mereka
menganutnya. Mereka lupa bahwa kalaupun ajaran baru itu tampak sejalan dengan
Islam, namun ia merupakan produk manusia yang sudah barang tentu tidak sempurna
bebas-cacat dan penyimpangan, serta tidak pantas disetarakan, apalagi
ditinggikan lebih daripada ajaran produk Allah سبحانه و تعالى . Subaahanallahi
‘amma yusyrikun (Maha Suci Allah سبحانه و تعالى dari apa-apa yang mereka
persekutukan/asosiasikan). Dan lagi, kalaupun ada ajaran selain Islam yang
“sejalan” dengan Islam, mengapa tidak merasa cukup dengan menganut Islam saja?
Mengapa harus lebih mengedepankan ajaran selain Islam-nya? Mengapa tidak
Islam-nya saja yang dikedepankan? Bukankah Allah سبحانه و تعالى sudah
mengarahkan kita untuk senantiasa menampilkan Islam dan mengaku muslim dalam
berbagai kiprah saat kita mengajak manusia menuju Allah سبحانه و تعالى alias
saat sedang terlibat dalam aktifitas mengajak manusia yang biasa dikenal dengan
istilah ad-da’wah..?
وَمَنْ
أَحْسَنُ قَوْلا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِوَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي
مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapakah
yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru (mengajak) kepada
Allah سبحانه و تعالى , mengerjakan amal yang saleh dan berkata, ‘Sesungguhnya
aku termasuk kaum muslimin (orang-orang yang berserah diri)?’” (QS. Fushilat [41] : 33) Mulailah
penyakit taqlid alias mengekor secara membabi buta menjadi fenomena di tengah
kaum muslimin. Yang terlalu kagum dengan asal-usul identitas bangsa dan nenek
moyangnya mengambil nasionalisme. Yang over-kagum dengan tatanan
sosial masyarakat barat mengambil sekularisme dan demokrasi. Yang
berlebihan mengutamakan toleransi dan perdamaian mengambil pluralisme.
Yang tidak kuasa mengendalikan hawa nafsunya dan terlena dengan kesenangan
dunia fana mengambil liberalisme dan hedonisme. Yang mendewakan akalnya
sibuk berlomba mengejar ketertinggalan di bidang materi, sains dan teknologi,
tanpa melihat halal-haramnya. Yang mengutamakan aspek spiritual modern
mengambil new age religion. Yang mengutamakan spiritual tradisional mengambil
paham kearifan lokal alias mistik-klenik. Pendek kata, masing-masing telah
memiliki alternatif lain ajaran yang diikuti selain Islam. Ada yang
terang-terangan mengaku mengikutinya tanpa menyertakan Islam dalam
identitasnya. Tetapi yang kebanyakan adalah yang malu-malu untuk mengaku bahwa
ia telah menganut ajaran selain Islam dan meninggalkan Islam. Sehingga akhirnya
mereka cenderung mengkombinasikannya dengan Islam sebagai identitas. Artinya
ajaran barunya itu biasanya “dicantolkan” bersama dengan identitas Islam yang
-kata mereka- masih mereka anut. Akhirnya muncullah istilah-istilah asing
seperti Islam-nasionalis, Islam-demokrat, Islam-liberalis, Islam-modernis,
Islam-pluralis, Islam-progressif, Islam-universalis, Islam-humanis,
Islam-spiritualis dan lain sebagainya. Pada prakteknya justeru ajaran selain
Islam yang ditempelkan kepada identitas Islam itulah yang lebih diutamakan
daripada Islamnya itu sendiri. Perlu diingat bahwa Islam-plus atau Islam-minus
atau apapun namanya dia bukanlah Islam. Sebab Islam adalah Islam. Ia adalah
agama Allah سبحانه و تعالى yang telah sempurna. Tidak memerlukan tambahan dan
tidak sepatutnya dikurangi atau ditawar-tawar…!
الْيَوْمَ
أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُعَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ
الإسْلامَ دِينًا
“Pada hari
ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS Al-Maidah 3) Keempat,
At-Tafriqoh (perpecahan). Karena masing-masing kelompok tenggelam di dalam
kebanggaan ajaran selain Islam, maka otomatis merebaklah perpecahan di dalam
tubuh ummat Islam. Masing-masing kelompok membanggakan seruan kelompoknya.
Padahal seruannya sudah tidak murni ajaran Allah سبحانه و تعالى . Lalu apa yang
mereka harapkan? Apakah mereka mengira jika manusia menyambut seruan mereka
berarti itu pertanda benarnya seruan mereka? Inilah dua pasal yang dibahas
dengan tajam oleh Syakib Arsalan: (1) Dalam Berjuang jangan Membanggakan
Jumlah Pengikut dan (2) Kemenangan Suatu Ummat Tidak Bergantung Kepada
Kuantitas Tetapi Kualitas. Mereka menjadi sibuk mengutamakan kuantitas
pengikut, kohesitas kelompok, daya konsolidasi dan kemampuan mobilisasi
anggotanya daripada memfokus kepada substansi ajaran yang mereka
serukan. Padahal sudah jelas di dalam Al-Qur’an Allah سبحانه و تعالى menyuruh
ummat Islam untuk memastikan komitmen kepada agama Allah سبحانه و تعالى sebelum
membangun soliditas kebersamaan. Bahkan komitmen murni dan konsekuen kepada
agama Allah سبحانه و تعالى itulah syarat lahirnya sebuah jama’ah yang
solid, mumpuni, tidak terpecah dan selamat di dunia-akhirat.
وَاعْتَصِمُوا
بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا
“Dan
berpegang-teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai.” (QS.
Ali-Imran [3] : 103) Ayat ini sering disalah-fahami sebagai ayat yang
memerintahkan pentingnya جَمِيعًا (berjamaah). Padahal berjamaah merupakan
hasil dari pelaksanaan perintah utama di dalam ayat ini, yakni وَاعْتَصِمُوا
بِحَبْلِ اللَّهِ (berpegang-teguhlah kamu kepada tali (agama) Allah). Bila
sekumpulan muslim berpegang-teguh secara murni dan konsekuen kepada agama
Allah, niscaya kesatuan hati di antara mereka Allah سبحانه و تعالى tumbuhkan.
Mereka menjadi akrab satu sama lain, baik secara resmi berada di dalam satu
kelompok maupun tidak. Tapi sebaliknya, berbagai pengelompokan yang
berlandaskan selain agama Allah, baik secara eksplisit maupun tersamar alias
malu-malu, maka ia tidak akan dijamin kesatuan hatinya, Kalaupun tampak solid,
ia hanya akan solid sebatas tampilan luar saja dan sebatas di dunia saja,
sedangkan di akhirat mereka pasti akan bercerai-berai bahkan saling mencela
satu sama lain.
الأخِلاءُ
يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلا الْمُتَّقِينَ
“Teman-teman
akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali
orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zukhruf [43] : 67) Bahkan kepatuhan mereka kepada pimpinan kelompok
masing-masing yang sewaktu di dunia dibanggakan sebagai bukti kedisiplinan dan
kemuliaanan komitmen, justru menjadi penyesalan di akhirat.
يَوْمَ
تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ
وَأَطَعْنَا الرَّسُولاوَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا
وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلارَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ
الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا
Pada hari
ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata, “Alangkah
baiknya, andai kata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul.” Dan
mereka berkata, “Ya Rabb kami, sesungguhnya kami telah mentaati
pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari
jalan (yang benar). Ya Rabb kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat
dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar.” (QS. Al-Ahzab [33] : 66-68)
Masing-masing kelompok yang berjuang dengan aneka seruan selain Islam
salingmembanggakan seruan dan kelompoknya. Sehingga berpecah-belahlah ummat Islam.
Solusi yang tiap-tiap kelompok tawarkan bukanlah kembali kepada kemurnian
Islam, tetapi malah semakin bersemangat mempromosikan kehebatan dan keutamaan
masing-masing kelompoknya. Akhirnya group values menjadi lebih utama
daripada Islamic values. Apa saja yang berasal dari kelompoknya dia bela
dan apa saja yang datang dari luar kelompknya dia curigai. Akhirnya tolok-ukur
benar-salah bukan lagi Islam tetapi kelompoknya dan apa saja yang bersumber
dari pimpinan kelompoknya.
وَلا
تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْوَكَانُوا
شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
“…dan
janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu
orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa
golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan
mereka.” (QS.
Ar-Ruum [30] : 31-32) Kelima, tertinggal dalam berbagai urusan
dunia. Akhirnya, menurut Syakib Arsalan, tenggelamnya kaum muslimin dalam
perpecahan secara otomatis melemahkan ummat Islam secara keseluruhan. Dan Allah
سبحانه و تعالى jelas telah menegaskan bahwa ketidak-kompakkan ummat dalam
mentaati Allah سبحانه و تعالى dan Rasul-Nya صلى الله عليه و سلم pasti
melahirkan kelemahan dan menghilangkan kekuatan ummat Islam.
وَأَطِيعُوا اللَّهَ
وَرَسُولَهُ وَلا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُواوَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا إِنَّ
اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Dan taatlah
kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang
menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfaal [8] : 46) Semua
bersumber dari lebih bangganya kaum muslimin terhadap seruan selain Islam, baik
sendirian maupun bersama Islam. Apakah itu dengan cara menampilkan seruan Islam-plus
atau Islam-minus, maka apapun seruannya jika kaum muslimin tidak
menerima Islam secara utuh dan apa adanya dari Allah سبحانه و تعالى , niscaya
mereka bakal menjadi hina di dunia dan merugi di akhirat.
أَفَتُؤْمِنُونَ
بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍفَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ
مِنْكُمْ إِلا خِزْيٌفِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ
إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ
“Apakah kamu
beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang
lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian dari padamu, melainkan
kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan
kepada siksa yang sangat berat.” (QS. Al-Baqarah [2] : 85) Walaupun ayat di atas turun
berkenaan dengan kaum yahudi, namun Allah سبحانه و تعالى menyuruh ummat Islam
untuk mengambil pelajaran dari kisah ummat-ummat terdahulu. Sebab bila ummat
Islam mengikuti kekeliruan kaum Yahudi, niscaya nasib yang sama bakal menimpa
mereka. Hina di dunia dan azab di akhirat….! Wa na’udzu billaahi min
dzaalika…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar