Sabtu, 12 Desember 2015

Era Kebangkitan PKS dimulai

Era Kebangkitan PKS Dimulai!
By: Nandang Burhanudin
****

(1)
Sebagai pengamat. Saya tidak menangkap sinyal kebangkitan PKS dari kemenangan di Pilkada serentak.

(2)
Saya melihat kebangkitan PKS justru di luar kotak TPS. Bukan pada berapa jumlah walikota/bupati/gubernur yang diusung PKS.

(3)
Benih-benih kebangkitan itu paling tidak bisa dilihat dari 4 hal:

(4)
Pertama: Muhasabah internal dengan menegakkan aturan partai bagi kader-kader di seluruh level. Tanpa peduli siapapun mereka. Dihukum, pasti!

(5)
Kedua: Muhasabah melahirkan soliditas. Di seluruh pemilu internal, terbukti tidak ada friksi. Jangan harap ada gontok-gontokkan atau lempar kursi.

(6)
Ketiga: Kebangkitan gelombang ketiga. Anak-anak kader PKS yang jumlahnya berlimpah, kini tumbuh dewasa.

(7)
Di PKS, rata-rata memiliki jumlah anak minimal 3. Banyak pula yang 6 hingga 13 orang anak. Kisaran usia SMA dan PT.

(8)
Di Pemilu 2019. Mereka adalah pemilih pemula yang smart, spread, dan loyal. Terlepas dari kekurangan yang lumrah dari setiap generasi.

(9)
Keempat: Penyebaran kader merata di kota dan di desa. Beberapa malah anak-anak tokoh masyarakat, ormas, juga generasi muda dari parpol lain.

(10)
Hal yang kurang di PKS adalah: PRODUK. Ke depan, perjuangan tidak hanya sekadar wacana, jargon, atau propaganda.

(11)
Produk riil peradaban universal dan menjadi sinar bagi kehidupan. Ini PR besar. Tanpa produk riil, mirip marketing yang sekedar show brosur.

(12)
Produk-produk yang sekarang ada harus dimaksimalkan. Produk di bidang pendidikan. Jika digugah, bisa meledakkan  SDM berkualitas di Indonesia.

(13)
Produk kelas menengah Indonesia. Berapa jumlah kader PKS yang memiliki pendapatan di atas 5.000 atau 10.000 US dollar perbulan? Dari bisnis apa? Semoga ada datanya.

(14)
Saya tak berhak bicara lebih. Ada bagusnya, kader-kader PKS tidak sibuk berlatih jurus menangkis. Tapi berlatihlah jurus yang membuat orang tak lagi berkutik menyerang.

(15)
Saya pikir bisa. Karena PKS harus siap menyambut The Great Turkey di 2023. Kurang 7 tahun lagi. Pas sekali dengan Pemilu 2019. 

(16)
Sekali lagi. Booming anak kader bisa jadi rahmat atau musibah sekaligus. Tergantung dari sentuhan-sentuhan pengelola organisasi. Sebab jalan itu sudah terbuka!

Selasa, 08 Desember 2015

KHILAFAH DAN DEMOKRASI

KHILAFAH DAN DEMOKRASI
Oleh: DR. Adian Husaini
(Kaprodi Pendidikan Islam
Pasca sarjana
Univ.Ibn Khaldun Bogor)
Sebenarnya, masalah demokrasi bisa dibicarakan dengan lebih ilmiah.
Istilah “demokrasi” tidak tepat didikotomikan dengan istilah “khilafah”. Tetapi, lebih tepat, jika “demokrasi” versus “teokrasi”.
Sistem khilafah beda dengan keduanya. Sebagian unsur dalam sistem khilafah ada unsur demokrasi (kekuasaan di tangan rakyat) dan sebagian lain ada unsur teokrasi (kedaulatan hukum di tangan Tuhan).
Membenturkan demokrasi dengan khilafah, menurut saya, tidak tepat.
Sistem demokrasi ada yang bisa dimanfaatkan untuk dakwah, Karena adanya kebebasan berpendapat.
Maka, Hizbut Tahrir justru berkembang ke negara-negara yang menganut sistem demokrasi, seperti di Indonesia, di AS, Inggris, dan sebagainya, HT lebih bebas bergerak dibanding dengan di Arab Saudi.
Karena itu, demokrasi memang harus dinikmati, selama tidak bertentangan dengan Islam. Itulah yang dilakukan oleh berbagai gerakan Islam, dengan caranya masing-masing.
Ada yang masuk sistem politik, ada yang di luar sistem politik, tetapi masuk sistem pendidikan, dan lain-lain. Tapi, mereka tetap hidup dan menikmati sistem demokrasi.
Saat HTI menjadi Ormas, itu juga sedang memanfaatkan sistem demokrasi, karena sistem keormasan di Indonesia memang “demokratis”.
Karena itu, menolak semua unsur dalam demokrasi juga tidak tepat. Karena demokrasi adalah istilah asing yang harus dikaji secara kritis.
Para ulama kita sudah banyak melakukan kajian terhadap demokrasi, mereka beda-beda pendapat dalam soal menyikapinya.
Tapi, semuanya menolak aspek “kedaulatan hukum” diserahkan kepada rakyat, sebab kedaulatan hukum merupakan wilayah Tuhan.
kajian yang cukup bagus dilakukan oleh Prof Hasbi ash-Shiddiqy dalam buku Ilmu Kenegaraan dalam Fiqih Islam.
Inilah yang kita sebut sebagai proses Islamisasi: menilai segala sesuatu istilah “asing” dengan parameter Islam.
Contoh kajian yang bagus dilakukan oleh Ibn Taymiyah dalam menilai istilah-istilah dalam sufi, yang asing dalam Islam, seperti “kasyaf”, “fana”, dan sebagainya.
Al-Ghazali juga contoh yang baik saat menilai istilah dan faham “falsafah”. Ada yang diterimanya, tetapi juga ada yang ditolaknya.
Jadi, menurut saya, kenajisan istilah “demokrasi” bukan “lidzatihi”, tetapi “lighairihi”, karena masih bisa “disamak”.
Saat ini pun kita telah menggunakan berbagai istilah asing yang sudah diislamkan maknanya, seperti “agama”, “dosa”, “sorga”, “neraka”, “pahala”, dan lain-lain.
Masalah khilafah juga perlu didudukkan pada tempatnya. Khilafah adalah sistem politik Islam yang unik dan khas. Tentu, agama dan ideologi apa pun, memerlukan dukungan sistem politik untuk eksis atau berkembang.
Tetapi, nasib dan eksistensi umat Islam tidak semata-mata bergantung pada khilafah. Kita dijajah Belanda selama ratusan tahun, Islam tetap eksis, dan bahkan, jarang sekali ditemukan kasus pemurtadan umat Islam.
Dalam sejarah, khilafah juga pernah menjadi masalah bahkan sumber kerusakan umat, ketika sang khalifah zalim.
Dalam sistem khilafah, penguasa/khalifah memiliki otoritas yang sangat besar. Sistem semacam ini memiliki keuntungan: cepat baik jika khalifahnya baik, dan cepat rusak jika khalifahnya rusak.
Ini berbeda dengan sistem demokrasi yang membagi-bagi kekuasaan secara luas.
Jadi, ungkapan “masalah umat akan beres jika khilafah berdiri”, juga tidak selalu tepat.
Yang lebih penting, menyiapkan orang-orang yang akan memimpin umat Islam. Itulah yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Entah mengapa Rasulullah saw — setahu saya — tidak banyak (hampir tidak pernah?) mengajak umat Islam untuk mendirikan Negara Islam.
meskipun negara pasti suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan umat Islam, sebab berbagai aspek hukum dan kehidupan umat terkait dengan negara.
Tapi, saya tidak ketemu hadits: “Mari kita dirikan negara, agar kita jaya!” Tentu, bukan berarti negara tidak penting.
Terakhir, soal “cara mendirikan khilafah”. Saya sering terima SMS, bahwa khilafah adalah solusi persoalan umat. Beberapa kali acara, saya ditanya, mengapa saya tidak membicarakan khilafah sebagai solusi umat! Saya pernah sampaikan kepada pimpinan HTI, tahun 2010 lalu, tentang masalah ini.
Menurut saya, semangat mendirikan khilafah perlu dihargai, itu baik. Tetapi, perlu didudukkan pada tempatnya juga. Itu yang namanya adil.
Jangan sampai, ada pemahaman, bahwa orang-orang yang rajin melafalkan kata khilafah dan rajin berdemo untuk menuntut khilafah merasa lebih baik daripada para dai kita yang berjuang di pelosok membentengi aqidah umat, meskipun mereka tidak pernah berdemo menuntut khilafah, atau bergabung dengan suatu kelompok yang menyatakan ingin mendirikan khilafah.
“Mendirikan khilafah” itu juga suatu diskusi tersendiri. Bagaimana caranya? AD Muhammadiyah menyatakan ingin mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya! Persis juga punya tujuan serupa. DDII juga sama. Mars MTQ ada ungkapan “Baldatun Thayyitabun wa Rabbun Ghafur”. Apa itu tidak identik dengan “khilafah”. AD/ART PKS juga ingin memenangkan Islam.
Walhasil, menurut saya, dimensi perjuangan Islam itu sangat luas. Semua kita yang ingin tegaknya Islam, perlu bekerjasama dan saling menghormati. Saya sebenarnya enggan menulis semacam ini, Karena saya sudah menyampaikan secara internal. tetapi, karena diskusi masalah semacam ini sudah terjadi berulang kali.
Masalah umat ini terlalu besar untuk hanya ditangani atau diatasi sendirian oleh PKS, HTI, NU, Muhammadiyah, INSISTS, dan lain-lain. Kewajiban diantara kita adalah melakukan taushiyah, bukan saling mencerca dan saling membenci. Saya merasa dan mengakui, kadang terlalu sulit untuk berjuang benar-benar ikhlas karena Allah.
Bukan berjuang untuk kelompok, tapi untuk kemenangan Islam dan ikhlas karena Allah.
Wallahu a’lam bish-shawab.

SERUAN ULAMA DUNIA UNTUK MEMILIH DALAM DEMOKRASI

Oleh:  Ustadz Firanda

Ulama-ulama dunia menyerukan untuk memilih dalam demokrasi

1) para ulama yg menyuruh nyoblos sangat banyak dan lebih senior (sy bin Baz, sykh albani, sykh utsaimin, al-lajnah Ad-daaimah, sykh Abdul Muhsin Al-Abbad, syakh sholeh al-luhaidan, Mufti arab saudi sykh Abdul Aziz alu syaikh, syaikh Nasir Asy-syatsri, sykh ali hasan, syaikh masyhur hasan, syaikh musa nashr, syaikh Ibrahim ar-ruhaili, sykh Abdul Malik romadoni al-Jazaairi, dan masih banyak yg lainnya)
Maka mengikuti ulama senior para orang tua yang tinggi ilmu dan ketakwaan mereka lebih utama daripada mengikuti pendapat para ustadz seperti kami

2) jika ada yg berkata : para ulama tdk tahu kondisi Indonesia, kita katakan :
- ini adalah tuduhan yg tdk beralasan dan terlalu dipaksa-paksakan. Karena masalah pemilu dan demokrasi adalah permaslahan yang umum menimpa banyak negeri kaum muslimin, seperti Yaman, Kuwait, iraq, al-jazaair dll
- sebagian ulama tersebut sering ke Indonesia, seperti syaikh Ali Hasan yang sudah 17 kali ke Indonesia, syaikh Ibrahim Ar-Ruhaili dan syaikj Abdurrozzaq yang sudah berulang-ulang ke Indonesia
- diantara para ulama tersebut adalah syaikh Abdul Malik romadoni al-Jazaairi yang telah menulis buku khusus tentang politik (madaarikun nadzor) beliapun menyuruh untuk memilih

3) jika ada yang berkata : para ulama juga bisa salah berfatwa. Maka kita katakan hal ini memang benar, namun jika para ulama saja bisa salah apalagi para ustadz yang berseberangan tentu bisa lebih salah lagi

4) kaidah yg dipakai oleh para ulama adalah irtikaab akhoffu Ad-dororoin yaitu menempuh kemudorotan yang lebih ringan dalam rangka menjauhi kemudorotan yang lebih besar.
Dalil akan kaidah ini sangatlah banyak, diantaranya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam lebih memilih membiarkan orang arab Badui kencing di mesjid nabawi dan melarang para sahabat yang hendak mencegah orang arab Badui tersebut karena pilihan para sahabat akan lebih fatal akibatnya. Hal ini bukanlah berarti nabi mendukung adanya kencing di mesjid !!
Kaidah ini berbeda dengan kaidah dorurot tubihul mahdzuroot (analogi boleh makan babi kalau tdk maka akan meninggal). Nabi tatkala memilih membiarkan arab Badui tersebut kencing bukan sedang dalam keadaan darurot dari sisi bahaya, akan tetapi dari sisi dua kemudorotan yang tdk bisa dihindari maka beliau memilih mudorot yang kecil

5) pernyataan bahwa menyoblos berarti mendukung demokrasi, adalah pernyataan yang tdk benar. Karena kaidah menempuh kemudorotan yang lebih ringan bulan berarti mendukung kemudorotan !!, ini merupakan perkara yang sangat jelas bagi yang paham akan kaidah tersebut. Sebagaimana tadi Nabi membiarkan arab Badui kencing di mesjid maka bukan berarti Nabi mendukung adanya kencing di mesjid.
Pernyataan inilah yang sering disalah gunakan oleh sebagian saudara kita untuk mengkafirkan orang-orang yang nyoblos karena persepsi mereka bahwa memilih melazimkan mendukung kesyirikan demokrasi fan berarti kafir

6) pernyataan : "golput lebih selamat" mala perlu direnungkan kembali :
- seorang yang golput pun tdk akan terhindarkan dari kemudorotan yang akan muncul dikemudian hari. Siapapun presidennya pasti undang-undang yang diputuskannya akan berpengaruh bagi rakyat Indonesia. Golput hanya bisa terhindar dari dampak demokrasi Indonesia jika golput pindah ke luar negri, ke arab saudi misalnya
- pernyataan bahwa yang nyoblos akan ditanya pada hari kiamat, sementara yang tdk nyoblos tdk ditanya, maka kita katakan :
Seorang golput jika ternyata karena golput nya maka naiklah pemimpin yang membawa kemudorotan bagi Islam dan kaum muslimin maka iapun akan dimintai pertanggung jawaban pada hari kiamat.
- pernyataan : kalau nyoblos maka bertanggung jawab atas hukum-hukum yang kemudian hari dikeluarkan oleh pilihannya.
Jawabannya : ini tidaklah lazim, kembali kepada kaidah memilih kemudorotan yang lebih ringan bukan berarti mendukung kemudorotan, sebagaimana analogi Nabi membiarkan arab Badui kencing dimesjid bukan berarti membolehkan apalagi mendukung kencing di mesjid

7) kalau ada yang bilang bahwa yang nyoblos manhaj nya perlu dipertanyakan, maka kenyataannya mereka yang nyoblos telah mengikuti fatwa para ulama, bahkan banyak dan mayoritas para ulama. Kalau bukan fatwa para ulama yang diikuti lantas siapa lagi?

8) syaikh Ali Hasan pernah berfatwa untuk tdk menyoblos tatkala ada pemilu di Iraq, sehingga ahlus sunnah pada tdk memilih, akibatnya syiah yang naik dan berkuasa. Maka setelah iti beliau merubah fatwa beliau mengikuti yang lebih tua yaitu fatwa syaikh Albani guru beliau, syaikh bin Baz, dan syaikh utsaimin. Beliau sadar bahwa fatwa orang tua (syaikh Albani) lebih tajam daripada fatwa beliau

9) ingatlah bisa jadi Kristenisasi, syiah nisasi, liberal semakin berkembang tanpa harus angkat senjata, namun hanya dengan perundang-undangan.
Jika sebagian ustadz tdk bisa ngisi pengajian di sebuah mesjid hanya karena DKM nya simpatisan syiah maka bagimana lagi jika syiah beneran. Apalagi dalam skala yang lebih luas

10) tidak diragukan bahwa pemilu merupakan fitnah yang menimbulkan pro kontra, maka hendaknya baik yang nyoblos maupun yang golput agar kembali rukun, tdk perlu saling menjatuhkan, toh hanya 9 juli lalu semuanya hanya tinggal menunggu taqdir Allah. Masing masing telah menunjukkan sudut pandangnya, masing-masing telah berdoa dan berijtihad, dan masing-masing berniat baik untuk Islam dan negeri ini.
Semoga Allah memberikan yang lebih baik bagi kaum muslimin Indonesia.

https://firanda.com/index.php/artikel/status-facebook/719-renungan-bagi-saudaraku-golput

Hari gini masih mau GOLPUT??

#RumahDakwahIndonesia

Selasa, 01 Desember 2015

Manakah Kelompok Islam yang lebih baik? Salafy, Jama'ah Tabligh, HTI, PKS?..

"Manakah Kelompok Islam yang lebih baik di antara ummat Islam? Salafy, Jama'ah Tabligh, HTI, PKS?..."

Oleh: Akmal Burhanuddin

Teman saya pernah ditanya oleh seorang aktivis MMI (Majelis Mujahidin Indonesia), Ustad Abdullah namanya.

"Manakah kelompok yang lebih baik diantara umat Islam, Salafy yang berjuang dengan fokus Tholabul Ilmi, atau Jamaah Tabligh yang menyeru orang untuk sholat di Masjid, atau Hizbut Tahrir yang memperjuangkan Kekhalifahan, atau PKS yang berjuang di Parlemen, atau NU yang Islam kultural, atau Muhammadyah yang berjuang di sektor pendidikan"? begitu tanyanya kepada kawan saya.

Kawan saya menjawab, "mas, kalo sampeyan bertanya seperti itu pada saya, maka sama saja sampeyan menanyakan manakah yang lebih baik, apakah tangan lebih baik dari kaki, apakah mata lebih baik dari pada mulut, apakah telinga lebih baik dari pada hidung?"

Bukankah Rasulullah SAW mengatakan bahwa umat islam itu sepertt satu tubuh. Bila satu anggota tubuh merasakan sakit maka yang lain juga ikut merasakan sakit.

Perumpamaan ini pas untuk menjawab pertanyaan sampeyan.
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam berkasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota badan merintih kesakitan maka sekujur badan akan merasakan panas dan demam”. (HR. Muslim)

Seperti anggota tubuh, umat islam ini diberi ilham oleh Allah SWT untuk cenderung fokus menjalankan fungsi yang berbeda beda sehingga mereka punya medan jihad (perjuangan) yang berbeda pula.

Namun sayangnya sebagian umat Islam ini ada yang membanggakan kelompoknya masing-masing dan lupa bahwa sebenarnya mereka adalah satu tubuh.

Logikanya kalo satu tubuh, mana mungkin tangan kanan itu memukul tangan kirinya, mana mungkin kaki kiri menendang kaki kanannya.

Kalaupun ada anggota tubuh itu merugikan tubuh yang lain, yaa itu namanya Kanker yang harus diamputasi dibuang dari tubuh.
Anggota tubuh itu selayaknya saling bekerja sama.
Coba kalo mulut mau makan, kan tangan yang mengambil makanan.

Lihat kalau antum mau ambil barang yang tinggi letaknya, kan kaki yang melompat supaya tangannya sampai.

Bukankah indah kalo kita saling melengkapi, kalo saja Jamaah Tabligh yang mengetuk pintu orang-orang untuk sholat berjamaah di Masjid, lalu di Masjid ada kajian Salafy, lalu umat islam diajak membangun kekuatan baik dibidang pendidikan bersama Muhammadyah, bidang kultural bersama NU, bidang Politik bersama koalisi kompak partai-partai Islam menghasilkan undang-undang yang islami dan pemimpin yang amanah agar umat Islam dipercaya memimpin di negeri ini menyongsong Kekhalifahan yang pasti akan datangnya seperti yg disosialisasikan Hizbut Tahrir.

Umat islam ini seperti sebuah Puzzle yang kalo digabungkan bagian demi bagiannya maka barulah menjadi satu gambaran yang utuh dan saling melengkapi....

Ustad Abdullah pun tersenyum lebar dan berkata "benar sekali mas.."

Allahu a'lam

KEMENANGAN TANPA PERANG

Kemenangan Erdogan, Tanpa Harus Perang
By: Nandang Burhanudin
*****

(1)
Politik itu adalah seni sekaligus jurus. Nafasnya panjang. Perpaduan keduanya menghasilkan energi.

(2)
Seni tanpa jurus. Ibarat penari. Jurus tanpa seni. Mematikan, namun mudah terbaca lawan!

(3)
Putin memang jagoan gulat. Tapi Erdogan adalah pemain bola berbakat.

(4)
Jurus Putin sangat mudah terbaca. Namun gerak gesit Erdogan, bak Ronaldo menggiring bola.

(5)
Mengoper kawan atau mengecoh lawan, gol jadi tujuan. Tendangan, sundulan, dada menahan. Asal jangan gol tangan tuhan.

(6)
Fakta: Putin murka. Namun jurus maboknya kini mudah ditepis Erdogan. Putin memukul ruang hampa.

(7)
Fakta: Erdogan tidak salah. Penembakan pesawat sah. Tapi energi Putin terlanjur mewabah.

(8)
Embargo gas. Penangkapan pengusaha Turki. Penghentian beasiswa mahasiswa Turki di Rusia. Pembatalan bebas visa untuk warga Turki. Penghentian wisatawan.

(9)
Tapi Turki tak tinggal diam. Mengoper bola ke Qatar dan Saudi Arabia. Produk Turki disambut baik. Gas dipenuhi.

(10)
Malah Daud Oglo di Brussel berhasil memenangkan pertempuran vs Putin. UE memberikan bebas visa untuk warga Turki.

(11)
UE pun memberikan konpensasi atas kesediaan Turki memuliakan pengungsi. Turki bisa saja memberlakukan embargo yang sama. 

(12)
Putin sebenarnaya salah langkah. Diajak dialog, namun gengsi sebab terlalu emosi. Tapi Erdogan tahu, target Putin sejalan dengan Israel dan Iran.

(13)
Melanggengkan Assad. Memperkuat koalisi Rusia-Iran-Israel vs koalisi Turki-Saudi-UE-AS di Vienna. Pro Assad vs Anti Assad.

(14)
Namun bagi saya. Erdogan jelas menang. AKP dan Erdogan yang gagal dijatuhkan via TPS dan Pemilu demokratis. Kini dicoba dengan provokasi Rusia.

(15)
Erdogan menang, sebab menggagalkan upaya Rusia si "pencuri" yang gagal mencuri. Tertangkap. Terbunuh. Ternyata, pencuri salah mengenal pemilik rumah.

(16)
Pemilik rumah benar-benar gagah berani. Tembak. Jatuhkan. Ditantang Putin. Erdogan bilang, "Loe jual, gua beli."

(17)
Rusia lupa, Turki bukan Ukrania. Bukan pula Mesir. Kini Turki adalah negara kedua terkuat di NATO setelah AS.

(18)
Jadi, Putin pun akhirnya menggigit jarinya yang terluka. Maka usai KTT Iklim di Paris. Nampak  Putin tak hadir di sesi photo-photo.

(19)
Semua disebabkan kehadiran Erdogan yang kini makin berkibar! Menang tanpa harus perang.